DEMOKRASI.CO.ID - Kekhawatiran Presiden Joko Widodo melihat percakapan Whatsapp Grup (WAG) aparat TNI-Polri dianggap terlalu berlebihan. Sebab, sudah banyak hak personel TNI-Polri yang dibatasi salah satunya ialah berbicara bebas di ruang publik.
“Hal-hal informal dibiarkan saja,” kata aktivis HAM Natalius Pigai dalam unggahan di akun Twitter miliknya, Selasa (1/3).
Pigai melihat, kekhawatiran Jokowi ini erat kaitannya dengan wacana penundaan pemilihan umum yang sejatinya digelar tahun 2024 namun dimundurkan dua tahun.
Jokowi, kata Pigai takut apabila disiplin TNI-Polri yang tercermin dari WAG itu bisa berdampak kepada kudeta.
“Apakah Joko Widodo takut dikudeta jika diperpanjang tanpa Pilpres. Presiden RI hasil Pilpres maka mesti by Pilpres. Rakyat mungkin terpaksa akan bersama TNI-Polri, itulah analisa saya,” beber Pigai.
Sebelumnya saat memberikan arahan pada Rapat Pimpinan (Rapim) TNI-Polri Presiden Joko Widodo menyampaikan rasa kekhawatirannya terhadap percakapan Whatsapp Grup (WAG) TNI-Polri.
Dalam WAG itu, Jokowi menemukan adanya ketidaksetujuan dengan kebijakan pemerintah memindahkan Ibu Kota Negara (IKN) ke Kalimantan Timur.
“Misalnya berbicara mengenai IKN (ibu kota negara), 'nggak setuju, IKN apa'. (Kepindahan IKN) itu sudah diputuskan oleh pemerintah dan sudah disetujui oleh DPR," tegas Jokowi.
Jokowi mengingatkan bahwa kedisiplinan aparat TNI-Polri itu berbeda dengan sipil. Jika dibiarkan, kata Jokowi berpotensi menjadi penyimpangan besar dan hal itu mengakibatkan TNI-Polri kehilangan kedisiplinannya.
"Hati-hati dengan ini. Dimulai dari hal yang kecil, nanti membesar, dan kita akan kehilangan kedisiplinan TNI maupun Polri. Karena disiplin tentara dan disiplin polisi itu berbeda dengan sipil dan dibatasi oleh aturan oleh pimpinan, itu saya ingatkan," tegas dia. [rmol]