DEMOKRASI.CO.ID - Anggota DPR RI Fadli Zon pernah mengusulkan agar Densus (Detasemen Khusus) 88 Antiteror Polri dibubarkan.
Usulan Fadlin Zon ini memancing reaksi keras sejumlah pihak. Selama ini, masyarakat mengetahui Densus 88 kerap menangkap atau menggagalkan sejumlah aksi terorisme di Tanah Air.
Namun, Fadli Zon seolah-olah tidak melihat hal tersebut. Host Andy F Noya dalam acara Kick Andy Double Check yang tayang pada 6 Maret 2022, menggali lebih dalam terkait usulan pembubaran Densus 88 itu.
“Dalam pandangan masyarakat Anda terkesan selalu membela sejumlah ulama dan orang-orang yang dianggap radikal. Sebenarnya posisi Anda ini seperti apa,” tanya Andy Noya seperti dalam tayangan yang dilihat FIN pada Selasa (8/3/2022).
Dengan gayanya yang santai, Fadli Zon menjawab bahwa sebenarnya Indonesia sebagai bangsa harus mencari titik temu. Bahkan Fadli Zon dengan tegas mengatakan istilah radikal atau garis keras baginya agak bermasalah.
“Saya kok tidak melihat ada orang Indonesia yang radikal enough. Lain misalnya dengan di luar. Kita ini semuanya masih bisa silaturahim, bisa didialogkan. Termasuk kepada ulama-ulama yang sekarang ini ditahan atas berbagai macam tuduhan. Sebetulnya untuk apa? Itu hanya memperuncing berbagai macam perbedaan. Menurut saya kita damai, saling merangkul, menunjang. Jadi saya terus berusaha silaturahim dan berkomunikasi dengan siapapun. Saya masih sangat optimis bahwa Pak Prabowo masih didukung oleh masyarakat,” jawab Fadli Zon.
“Termasuk oleh kelompok yang dianggap radikal?” tanya Andy Noya lebih lanjut. Fadli Zon kembali menjawab, “Iya semua kelompok masyarakat,” imbuhnya.
Andy Noya kembali melanjutkan pertanyaannya. Kali ini lebih spesifik ke Densus 88.
“Menarik juga karena kontroversi pembelaan Anda kepada mereka yang dituduh teroris dan radikal itu kemudian Anda mengusulkan Densus 88 dibubarkan. Karena kerjanya mengada-ada. Banyak orang yang mempertanyakan. Ini Fadli Zon mata hatinya sudah buta apa? Bagaimana bom bunuh diri terjadi? Bagaimana pengungkapan kelompok teroris di Indonesia. Soal negara khilafah bagaimana sikap Anda? tanya Andy Noya serius.
“Saya kira pada founding father’s kita sudah mendebatkan dan mendiskusikan ini sebelum tahun 45. Soal negara Islam, negara kebangsaan itu sudah selesai menurut saya. Apalagi perdebatannya itu melibatkan semua tokoh dari berbagai organisasi Islam yang terkemuka ketika itu. Baik dari NU, Muhammadiyah, syarikat Islam dan lain-lain. Yang akhirnya sampai pada satu kompromi pada rapat besar BPUPK ketika itu. Seingat saya tanggal 14 Juli 1945 disepakati. Bahkan tujuh kata itu tidak ada di dalam sila pertama yang kemudian menjadi Pancasila. Itu kan ada di preambule UUD 1945. Jadi sudah selesai. Menurut saya pilihan terhadap bentuk negara dalam arti negara kebangsaan itu sudah selesai. Jadi kalau ada orang mau bermimpi mendirikan negara khilafah dalam diskusi-diskusi semacam itu, lebih banyak euthopia sebenarnya,”papar Fadli yang juga politisi Partai Gerindra ini.
“Artinya orang tidak perlu takut dengan khilafah? lanjut Andy Noya meneruskan pertanyaannya.’Fadli menjawab lagi “Iya, kalau orang hanya mendiskusikan negara khilafah itu kan bagian dari demokrasi. Kecuali sudah ada pergerakan senjata, kekerasan dan lain sebagainya,” imbuh anggota Komisi I DPR RI tersebut.
“Tapi kita lihat ceramah-ceramah di masjid, ada orang menginfiltrasi pemikiran orang lain tentang pentingnya negara khilafah?” cecar Andy Noya.
“Saya kira masyarakat Indonesia sudah paham. Termasuk umat Islam di Indonesia. Mayoritas boleh dibilang 99 persen yang muslim tidak berada dalam pemikiran semacam itu. Saya tidak melihat adanya ancaman terorisme. Karena itu harus diletakkan ke dalam konteks ketika itu war on terror. Setelah tragedi 9/11, tidak lama terjadi bom Bali dan sebagainya. Kita tidak pernah mendengar ada orang Indonesia melakukan bom bunuh diri. Sejak Indonesia merdeka itu hampir nggak ada yang namanya bom bunuh diri. Melawan kolonialisme Belanda saja nggak ada yang pakai serangan bunuh diri. Kita itu mungkin nggak seberani itu ya. Karena memang dilarang oleh agama. Pasti itu bukan Islam. Menurut saya ini ada kekuatan-kekuatan lain yang menginfiltrasi supaya seolah-olah ada teroris dan sebagainya. Tetapi mungkin teroris ada. Sebagian kecil orang yang terpengaruh, yang tidak mengerti, yang tidak paham didoktrinasi. Makanya kemudian ada payung hukum UU No 5 Tahun 2018,” urai Fadli panjang lebar.
Terkait usulan pembubaran Densus 88, Fadli menjelaskan alasannya. Dia menilai terlalu banyak lembaga yang menangani terorisme di Indonesia.
“Seolah-olah masalah kita ini terorisme. Masalah kita ini ekonomi, sosial, budaya. Misalnya ada BNPT (Badan Nasional Penanggulangan Terorisme), ada Densus 88, ada kepolisian sendiri. Ada di tentara di Kopassus dan sebagainya. Banyak sekali,”terangnya.
Selain itu, Fadli juga menyoroti soal anggaran Densus 88 Polri. Dia menyebut pasukan khusus teroris itu diberi anggaran paling besar.
“Yang anggarannya paling besar dan apalagi sekarang mau diperbesar itu Densus 88. Padahal menurut saya sudah ada BNPT. Secara kelembagaan yang dipayungi UU itu adalah BNPT. Harusnya di sini saja dikonsentrasikan,” tambahnya.
“Artinya jika harus ada pasukan khusus teroris langsung saja di bawah BNPT?” tanya Andy Noya lagi. Fadli Zon mengiyakan pertanyaan itu. “Iya bisa di bawah naungan BNPT,” tukasnya.
Sehingga, lanjut Fadli, tidak perlu terlalu banyak lembaga yang overlap dan berlomba-lomba menangani terorisme.
“Kita khawatir karena di Amerika Serikat sendiri muncul ekses. Dalam bukunya Trevor Aaronson berjudul The Terror Factory ditelitilah di situ. Dari 581 aksi teror, hampir semuanya didalangi oleh FBI sendiri. Itu dibuat atau dimanufacture,” kata Fadli meyakinkan.
Ucapan Fadli buru-buru dipotong Andy Noya. “Sebentar, ini artinya Anda hendak bercuriga bahwa teror yang terjadi atau kelompok teroris yang dibongkar di Indonesia dimanufacture oleh pemerintah? tanya Andy Noya penuh selidik.
“Bisa saja itu dilakukan oleh oknum kan. Tapi jangan sampai itu kemudian dimanufacture. Untuk kepentingan pemeliharaan. Apalagi anggarannya besar. Sekarang kita tidak melihat adanya ancaman terorisme seperti itu di Indonesia. Kenapa kita sibuk dengan itu. Akhirnya kita berantem sendiri di dalam. Menurut saya siapa yang benar-benar teroris harus dihukum berat,” tegasnya.
Fadli tetap berkeinginan agar pasukan khusus terorisme berada di bawah BNPT. Apalagi di TNI juga ada pasukan khusus teroris. Misalnya Sat 81 Gultor Kopassus TNI AD.
Menurut Fadli, semua pasukan khusus tersebut bisa dikoordinasikan ke BNPT.
“Satu naungan jelas, siapa yang bertanggung jawab dan anggaran semua juga jelas. Waktu saya kritik itu supaya di BNPT seperti yang disebut dalam UU. Jangan sampai seperti di Amerika sana beternak teroris,” terangnya.
Dia juga menyindir ada sejumlah orang yang bicaranya keras lantas dituduh sebagai teroris.
“Ada orang-orang tertentu yang bicaranya keras kemudian dituduh teroris. Seperti saudara Munarman misalnya. Menurut saya dia bukan teroris. Munarman aktif di LBH, aktivis di HAM, pernah di Kontras dan dimana-mana,” tambah Fadli.
Andy Noya yang penasaran dengan pernyataan Fadli kembali bertanya.
“Ini namanya Anda menafikan kerja Densus 88? Selama ini Densus 88 menangkap orang kan bukan asal menangkap? Pasti ada bukti-bukti?” cecar Andy Noya lagi.
“Tapi tugas saya sebagai anggota DPR mempertanyakan apa dasarnya (penangkapan Munarman, Red). Kita boleh mempertanyakan. Karena selama ini tidak pernah ada masalah. Dan itu kejadian di tahun 2015. Kita harus selalu melakukan pengawasan supaya tidak melebihi kewenangannya atau abuse of power,” pungkas Fadli Zon.
Seperti diberitakan, satu di antara sekian banyak anggota DPR yang dikenal nyinyir adalah Fadli Zon.
Publik mengenal Fadli Zon kerap melontarkan kritikan pedas. Terutama kepada pemerintah. Khususnya terhadap Presiden Joko Widodo (Jokowi).
Tak hanya komentar langsung, cuitan Fadlin Zon di media sosial sering membuat orang yang membacanya jengkel.
Terutama di akun Twitter @fadlizon. Cuitan Fadli Zon sering mengundang pro-kontra. Bahkan reaksi keras dan berlawanan juga datang dari rekan separtainya sendiri yakni Gerindra.
Kenyinyiran Fadli Zon dikorek habis oleh Andy F Noya dalam acara Kick Andy Double Check yang tayang pada 6 Maret 2022.
“Ada yang menghitung sejak Anda aktif di Twitter, kurang lebih sudah ada 30 ribuan cuitan di Twitter. Betapa produktifnya Anda di media sosial. Sebagian jadi kontroversi. Ada juga kemudian penobatan Anda sebagai salah satu yang paling nyinyir. Apa komentar Anda?” tanya Andy seperti dilihat FIN pada Selasa (8/3/2022).
Dengan santai Fadli Zon menjawab hal itu dilakukan karena perannya sebagai anggota DPR alias wakil rakyat.
“Saya tidak pernah merasa nyinyir. Sebagai wakil rakyat, saya harus menggunakan berbagai macam platform untuk berkomunikasi dengan masyarakat. Platform media sosial menjadi paling efektif. Ini sebagai bagian dari berbagai bentuk komunikasi dengan masyarakat,” jawab Fadli.
Dia beralasan medsos menjadi sarananya untuk menyampaikan pendapat pada isu yang tidak menjadi ranah komisinya.
“Misalnya ada isu minyak goreng, JHT, BPJS. Saya di komisi I, tidak bisa bicara itu. Bicaranya pertahanan. Namun, saya juga ada kewajiban mengawasi eksekutif. Jadi sering kali orang salah paham, meski secara partai saya berkoalisi dengan pemerintah, bukan berarti tidak boleh kritik,” paparnya.
Meski isu yang dikomentari sangat luas, Fadli beralasan selalu menggunakan data. Andy Noya kembali mencecar Fadli Zon. Sebab, Fadli juga kerap mengkritik dari sisi personal.
“Tapi predikat nyinyir itu juga bukan saja merujuk ke hal seperti itu. Misalnya hal yang remeh-temeh. Bahkan urusan pribadi Presiden. Seperti soal acara pernikahan anaknya. Lagi-lagi, soal produktivitas Anda ini, di tengah kesibukan, kok masih punya waktu untuk nyinyir?” cecar Andy lagi.
Ditanya begitu, Fadli Zon tersenyum. Dia mengaku terbiasa mencuit di sela-sela kegiatannya. Baik saat di perjalanan maupun ketika waktu jeda.
Gara-gara nyinyirannya itu, Fadli Zon pun ditegur oleh Ketua Umum DPP Partai Gerindra yang juga Menteri Pertahanan (Menhan), Prabowo Subianto.
Usai ditegur, Fadli Zon dua pekan puasa di Twitter. Meski begitu, dia tidak kapok vokal di medsos. Meski dibantu oleh empat admin yang mengelola akunnya, Fadli mengaku tetap menulis sendiri unggahannya.
Dalam wawancara itu, Andy Noya juga menanyakan apa sebenarnya jasa Fadli Zon kepada negara?
Ditanya begitu Fadli menjawab,” Saya nggak tahu ya. Saya kok nggak pernah menghitung jasa apa. Untuk apa kita menghitung jasa. Biar orang lain yang menilai. Kalau orang lain menilai tidak ada jasanya ya berarti tidak ada jasanya. Tidak perlu didukung. Kalau orang menilai saya masih penting sebagai instrumen bagi bangsa dan negara ya pasti mereka akan memilih saya,” jawab Fadli.(fin/fajar)