DEMOKRASI.CO.ID - Nurhayati pelapor korupsi yang belakangan menjadi perbincangan karena ditetapkan sebagai tersangka akhirnya lolos dari jerat hukum setelah Menkopolhukam Mahfud MD turun tangan.
Kabareskrim Polri Komjen Pol Agus Andrianto menyampaikan keputusan tersebut diambil setelah Biro Wassidik melakukan gelar perkara.
Hasilnya, penyidik menyimpulkan bahwa tidak menemukan bukti yang cukup agar kasus itu dilanjutkan ke persidangan.
“Hasil gelarnya ya tidak cukup bukti sehingga tahap 2 nya tidak dilakukan. Semoga hasil koordinasi Kapolres dan Direskrimsus dengan Aspidsus dan Kejari mengembalikan P21-nya, sehingga kita bisa SP3,” ujar Agus dilansir dari laman Tribun News pada Sabtu, 26 Februari 2022.
Menurutnya, pihaknya belum berencana menindak anggotanya yang menetapkan Nurhayati sebagai tersangka.
“Kan bisa saja saat proses penyidikan kepala desa, ada dugaan perbuatan melawan hukum yang dilakukan Nurhayati, sehingga ada petunjuk Jaksa peneliti untuk mendalami peranan Nurhayati,” jelas Agus.
Nurhayati |
Menanggapi sikap aparat yang sempat menetapkan Nurhayati sebagai tersangka itu, Ketua Indonesia Police Watch (IPW) Sugeng Teguh Santoso menilai, ada masalah ketidakprofesionalan aparat kepolisian yang bertugas.
Dia berharap, momentum ini dimanfaatkan Polri untuk mengoreksi jajarannya.
“Artinya, aparatur polri di tingkat bawah bagaikan paku kalau tidak dipukul tidak bergerak. Ini adalah cermin rendahnya profesionalisme anggota Polri,” kata Sugeng dikutip dari laman Republika pada Senin, 28 Februari 2022.
Sugeng menyayangkan, hal itu sebagai bentuk ketidakpatuhan aparat kepolisian terhadap instruksi Kapolri Jenderal Pol Listyo Sigit Prabowo soal pelayanan masyarakat.
Selain itu, Sugeng mengakui, bagian reserse kepolisian yang membuat Nurhayati berstatus tersangka merupakan tugas tertutup sehingga sulit dipantau dari luar. Oleh karena itu, dia mendukung, masyarakat memviralkan suatu ketidakadilan agar mendapat perhatian Polri.
“Khusus terkait sikap tidak profesional, penyalahgunaan wewenang bahkan tindakan tercela oknum Polri yang sulit dideteksi adalah dalam fungsi reserse. Karena, proses kerja reserse adalah proses tertutup karena itu memang kalau ada masyarakat yang merasa dikriminalisasi harus berani memviralkan agar menjadi perhatian pimpinan Polri,” ucap Sugeng.
Menko Polhukam Mahfud MD lalu meminta Nurhayati agar tak perlu lagi ke Kementerian Polhukam. Status tersangka Nurhayati, menurut Mahfud MD, tidak dilanjutkan. Pernyataan ini disampaikan Mahfud MD melalui akun Twitter resminya @mohmahfudmd. Dalam akun itu Mahfud menuliskan:
“Tekait dgn dijadikannya Nurhayati sbg ikut TSK stlh melaporkan korupsi atasannya (Kades) maka diinfokan bhw ybs. tak perlu lg datang ke Kem-Polhukam. Kem. Polhukam tlh berkordinasi dgn Kepolisian dan Kejaksaan. Insyaallah status TSK tdk dilanjutkan. Tinggal formula yuridisnya.”
Lepasnya Nurhayati dari jerat hukum menuai komentar positif dari netizen sekaligus kritik bagi pemerintah khususnya Polri.
“Dari pencabutan status tersangka Nurhayati kita belajar satu hal penting: betapa mudahnya men-Tersangka-kan seseorang. Mudah men-Tersangka-kan, mudah menghentikan. Kepastian hukum seakan jadi mainan” tulis akun @gandjar_bondan mengkritisi kasus Nurhayati ini. [terkini]