DEMOKRASI.CO.ID - Beberapa orang telah mengajukan gugatan ke Mahkamah Konstitusi (MK) terkait gugatan masa pensiun TNI. Gugatan ke MK itu dilayangkan lima orang, salah satunya seorang pensiunan TNI bernama Euis Kurniasih.
Diketahui, Panglima TNI Jenderal Andika Perkasa juga memaparkan soal isi gugatan yang dilayangkan ke MK.
Dia merasakan ketidakadilan dengan Pasal 53 dan 71 huruf a UU nomor 34 tahun 2004 tentang TNI.
Dua pasal itu mengatur soal usia pensiun anggota TNI. Pasal-pasal itu menyebut anggota TNI golongan bintara dan tamtama pensiun paling lambat pada usia 53 tahun. Sementara itu, anggota TNI golongan perwira pensiun paling lama pada usia 58 tahun.
Sementara untuk anggota Polri bisa pensiun pada usia 58 tahun dan dapat diperpanjang hingga 60 tahun. Jika merujuk UU TNI yang berlaku sekarang, Andika akan pensiun tahun ini. Dia akan berusia 58 tahun pada 21 Desember 2022.
Namun apabila masa pensiun bisa diperpanjang sampai usia 60 tahun maka dia kemungkinan bisa pensiun sebelum 21 Desember 2024.
Lewat gugatan itu, para penggugat meminta MK mengubah ketentuan agar usia pensiun anggota TNI disamakan dengan usia pensiun anggota Polri sampai 60 tahun.
Guru Besar Universitas Bhayangkara Profesor Hermawan Sulistyo mengatakan tepat atau tidaknya gugatan yang dilayangkan ke MK itu tergantung dari perspektif kepentingan siapa dan apa kepentingannya.
“Saya kira ini tidak akan menjadi kontroversi kalau situasinya tidak seperti sekarang,” katanya seperti yang dikutip Hops.ID dari kanal Youtube tvOneNews pada Senin, 14 Februari 2024.
Hermawan mengungkapkan sepengetahuannya meski dalam ketentuan undang-undang batas maksimal usia pensiun anggota Polri sampai 60 tahun. Namun, tak ada Kapolri mau menandatangai surat perpanjangan masa pensiun sampai batas usia maksimal.
“Saya ingat sekali Pak Badrodin (Kapolri pada tahun 2015) segala macem dan seterusnya, semua ngomong kalau saya tanda tangani seolah-olah saya mementingkan diri sendiri untuk memperpanjang usia pensiun saya,” jelasnya.
Tetapi pada kasus TNI ini, lanjutnya, menjadi krusial karena batas usia pensiun untuk Jenderal Andika. ”Kenapa? Jadi kalau dari perspektif politis apakah Andika pensiun pada Desember tahun ini (2022) itu, lebih membuka peluang untuk jadi presiden atau justru menghilangkan peluang untuk jadi presiden gitu,” ujarnya.
Hal ini menurutnya yang tidak pernah dihitung orang. “Tapi dibalik itu kan ada kepentingan yang seperti itu, gitu lho,” terangnya.
Menurutnya, pasti akan ada hitung-hitungan dari kelompok-kelompok atau partai-partai yang bermaksud mengusung Jenderal Andika sebagai capres di Pilpres 2024, terkait perubahan UU ini.
“Sehingga, apakah orang-orang kelompok-kelompok partai dan yang lain-lain yang sudah ngintip-ngintip Andika untuk calon presiden itu lebih menguntungkan kalau dia tambah usia dinasnya 3 tahun lagi sampai pemilihan presiden, atau sebaiknya pensiun sekarang lalu waktu sekitar satu setengah tahun untuk diranah sipil berjuang seperti waktu pak Gatot (Nurmayanto, mantan Panglima TNI) kemarin gitu lho,” jelasnya.
Karena itu, menurutnya, maka akan ada aspek hitung-hitungan politis yang mempengaruhi perubahan UU TNI ini.
“Ini hitung-hitungnnya lalu hitung-hitungan politis. Aspek ini yang luput dari (sorotan terhadap) perubahan undang-undang ini gitu lho,” tandasnya.
Dia juga menceritakan pengalamannya saat menggugat UU ke MK. Saat gugatan sudah dimenangkannya dan manjadi keputusan MK, maka tidak secara otomatis UU bisa diubah secara langsung. Harus ada proses di DPR.
“Saya mengajukan tuntutan ke MK dan saya menang. Itu undang-undang kelistrikan, mengubah listrik dari hajat hidup orang banyak menjadi komoditi pada saat itu. Nah, apa yang terjadi di DPR? Kemudian dilakukan revisi undang-undangnya, ini segala macem,” jelasnya.
“Nah agak sulit kalau sekarang ini keputusan MK kemudian harus mengubah. Kenapa? Baru dimulai pertarungan politik di DPR, ini cilakanya pertarungan politik di DPR ini dimulai kan menjelang 2024,” jelasnya.
Jadi, lanjutnya, semua lalu berhitung kalau undang-undang yang berimplikasi ini nanti misalnya diubah menjadi lebih lama usia pensiunnya, lalu dalam hal anggaran akan ada dampak atau implikasi seperti apa.
“Lalu bagaimana kita bisa nyuri dari anggaran itu untuk kampanye kan konteksnya ke sana. Lalu status Pak Andika ini mau nyapres atau enggak? Itu kan menjadi faktor yang enggak bisa diperhitungkan dari sekarang gitu, dan itu (akan menjadi) pertarungan politik baru,” imbuhnya. [hops]