DEMOKRASI.CO.ID - Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) menyesalkan terjadinya tindakan penganiayaan terhadap Ketua Umum KNPI Haris Pertama, Senin (21/2-2022).
Penganiayaan terjadi sehari sebelum yang bersangkutan dipanggil menjadi saksi pada kasus ujaran kebencian dengan terdakwa Ferdinand Hutahaean di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Selasa (22/2-2022).
Wakil Ketua LPSK Edwin Partogi Pasaribu mendorong aparat kepolisian mengungkap kasus penganiayaan tersebut. Apalagi, penganiayaan terjadi di ruang publik.
“Kita percaya aparat kepolisian mampu mengungkap pelaku dan mengetahui motif dari penganiayaan tersebut,” kata Edwin di Jakarta, Senin (21/2-2022).
Ketua Umum KNPI Haris Pertama dipukuli orang tak dikenal (OTK) saat hendak makan di Cikini, Jakarta Pusat, Senin (21/2/2022).
Dia mengaku dipukuli lebih dari tiga orang menggunakan benda tumpul saat turun dari mobil.
Awal tahun lalu, tepatnya Februari 2021, Ketua Umum KNPI Haris Pertama juga sempat mengungkapkan dirinya merasa diteror oleh orang tak dikenal, setelah yang bersangkutan melaporkan Permadi Arya alias Abu Janda ke Bareskrim Polri.
Ketika itu LPSK mempersilakan Haris untuk mengajukan perlindungan ke LPSK.
“Hari ini (Senin) penganiayaan terhadap Haris terjadi, tepat sehari sebelum dia menjadi saksi di PN Jakarta Pusat untuk kasus ujaran kebencian. Kita serahkan ke pihak berwajib untuk mengungkap pelaku dan motif dari penganiayaan yang menimpa Haris, apakah terkait dengan rencana dia untuk memberikan kesaksian atau tidak,” kata Edwin.
LPSK, lanjut dia, juga membuka pintu bagi Haris sebagai korban untuk mengajukan permohonan perlindungan ke LPSK.
“Sebagai korban (penganiayaan), Haris mempunyai hak untuk mengajukan perlindugan ke LPSK. Apalagi, sampai saat ini pelaku belum tertangkap dan potensi ancaman terhadap yang bersangkutan masih terbuka,” ujar Edwin.
Edwin membeberkan, sepanjang 2021, permohonan perlindungan ke LPSK pada kasus kekerasan seperti dialami Ketua Umum KNPI Haris Pertama, jumlahnya mencapai 258 permohonan, terbagi atas 79 permohonan dari kasus penganiayaan berat, 117 permohonan dari kasus penganiayaan/kekerasan secara bersama-sama, 37 permohonan dari kasus kekerasan dalam rumah tangga, dan 25 permohonan dari kasus kekerasan terhadap anak.
“Dari total 2.181 permohonan yang diregister dan tindaklanjuti ke proses penelaahaan permohonan, lebih dari 25%-nya (sebanyak 258 permohonan) merupakan permohonan yang diajukan saksi dan/korban dengan latar belakang kasus kekerasan,” ungkap Edwin. [fajar]