DEMOKRASI.CO.ID - Ekonom senior Faisal Basri melontarkan kritik pedas terhadap Pemerintahan saat ini. Menurutnya penguasa saat ini sudah buta.
Hal itu sebagaimana ia ungkapkan melalui tulisannya yang dimuat pada blog pribadinya, faisalbasri.com, yang kemudian dibagikan melalui akun Twitternya @FaisalBasri dikutip pada Rabu 23 Februari 2022.
Faisal merunutkan alasannya mengapa saat ini pemerintah buta bahkan terkesan diam membisu. Menurutnya, penguasa saat ini sedang menikmati mengobral biji nikel sementara harga yang ditetapkan hanya sekitar seperempat dari harga di negeri sendiri.
Tentu saja banyak pihak yang berbondong-bondong, bahkan kalau perlu, memindahkan pabrik smelter nikel dari negerinya.
“Penguasa mengobral bijih nikel, menetapkan harga hanya sekitar seperempat dari harga di negeri mereka sendiri. Tak pelak lagi, mereka berbondong-bondong ke sini. Kalau perlu pindahkan pabrik smelter nikel di negerinya,” tulis Faisal Basri.
Selain itu, Faisal juga menyoroti rencana pemerintah untuk membangun pabrik baterai mobil listrik, namun janji itu tak kunjung ditepati.
“Yang pasti sampai sekarang mereka cuma mengolah jadi pellet, nickel pig iron, ferro nickel, dan besi baja setengah jadi. Hampir semua produk smelter nikal itu mereka ekspor ke negerinya sendiri. Penguasa tak mengenakan pajak pertambahan nilai (PPN) karena hampir seluruh produknya mereka ekspor. Tak membayar pajak ekspor,” terang Faisal.
Faisal Basri juga menyoroti pekerja yang didatangkan ke Indonesia yang notabenenya bukanlah pekerja yang ahli. Mereka, tulis Faisal, datang hanya menggunakan visa turis sehingga tak membayar pungutan pembayaran.
“Upanya berkisar Rp 15 juta sampai Rp 50 juat. Tenaga ahlikah mereka? kebanyakan bukan, kebanyakan lulusan SLTA atau lebih rendah. Ada sopir forklift, sopir alat berat, satpam, tenaga statistik, petugas asrama, dan banyak lagi,”
Bahkan, Faisal juga menyinggung sesumbar pemerintah bahwa ekspor akan naik ratusan persen. Namun pada kenyataannya, devisanya nihil.
“Berulang kali penguasa mengumbar bahwa ekspor naik ratusan persen, tetapi devisanya terbang semua. Jadi, apa yang Penguasa banggakan? Bangga jadi pendukung industrialisasi di China?” tanya Faisal.
Faisal pun mengajak publik apakah hanya akan terdiam melihat kondisi yang sedimikian rusak ini?
“Akankah kita diam saja atas praktik pengrusakan kekayaan alam yang tak terperikan ini?” ujarnya. [terkini]