DEMOKRASI.CO.ID - Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) turut menaruh perhatian terhadap ceramah mengenai wayang haram, sebagaimana yang disampaikan pendakwah Khalid Basalamah.
Direktur Deradikalisasi Badan Nasional Penanggulanga Terorisme (BNPT) Irfan Idris menegaskan, narasi-narasi yang disampaikan seperti itu harus dilawan balik dengan sebuah verifikasi yang didasarkan pada Al-Qur'an.
"Ada seorang ustad Wahabi yang mengharamkan dan mau membakar wayang, tapi itu kan sudah minta maaf, tapi terus kita verifikasi, perkuat di tengah masyarakat bahwasannya produk-produk lokal, produk budaya, itu juga ada dasarnya dalam Al-Qur'an, tapi mereka tidak mau baca," kata dia dalam sebuah diskusi di kawasan Kuningan, Jakarta, Jumat, 18 Februari 2022.
Irfan pun menyindir pernyataan Khalid dengan mempertanyakan apa perlu wayang mengikuti mode atau cara berpakaian ustad tersebut. Misalnya, dengan memberi jenggot, jidatnya hitam hingga bercelana cingkrang supaya tidak diharamkan dan dibakar.
"Apakah wayang-wayang itu harus tampil dengan ustad Wahabi sehingga tidak dibakar lagi. Buat wayang yang pakai jenggot, buat wayang yang hangus jidatnya, buat wayang yang pakai cingkrang agar mereka bisa bersahabat. Itu kan hanya media, bagaimana membuat media mendekatkan diri kita kepada yang menciptakan," tegas Idris.
Di luar itu, dia menekankan, dengan kejadian ini BNPT menganggap menjadi semakin penting pencegahan dan kesiapsiagaan masyarakat nasional melalui Forum Koordinasi Pencegahan Terorisme. Terutama memperkuat pemahaman masyarakat terhadap nilai-nilai agama.
"Kalau orang-orang yang merasa diri paling benar, tidak ada kata wayang dalam kitab suci mereka, kita bisa menunjukkan ada dasarnya, ada dalilnya, karena itu menjadi media bagaimana Wali Songo menyebarkan nilai-nilai dan paham Islam tanpa melalukan kekerasan, tapi menggunakan media dan alat," ujar dia.
Di sisi lain, konsep pentahelix yang kini tengah diusung BNPT dalam menanggulangi paham intoleran, radikal hingga terorisme itu menurutnya semakin relevan. Sebab, melibatkan banyak unsur, seperti pemerintah, akademisi, pengusaha, komunitas, hingga media.
"Masyarakat, siapapun dengan pendeketan pentahelix, budayawan barangkali, seniman barangkali, melakukan dan menerangkan nilai-nilai kedamaian lewat musik, puisi, narasi, pantun karena kita sangat kaya, beda dengan negara-negara lain yang kita tidak tahu bagaimana bentuk kearifan lokal mereka," ujarnya. [tempo]