DEMOKRASI.CO.ID - Ketua Pengurus Pusat (PP) Muhammadiyah Anwar Abbas menyatakan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) dan Densus 88 jangan “beternak” radikalisme, ekstrimisme dan terorisme.
Dia mengibaratkan BNPT dan Densus 88 menangani radikalisme, ekstrimisme, dan terorisme seperti petani dan peternak.
“Kalau berkebun, buahnya dibiarkan matang dulu baru diambil. Kalau beternak kambing misalnya, tunggu udah besar dulu baru dijual. Jangan seperti itu menanganinya. Tugas BNPT juga preventif,” kata Anwar Abbas kepada JPNN.com, Sabtu (19/2) lalu.
Menurutnya, jika ada salah satu anggota organisasi massa yang terpapar paham radikalisme, terorisme dan ekstremisme.
Maka, sepatutnya BNPT dan Densus 88 melakukan dialog bersama petinggi ormas tersebut dengan pendekatan persuasif agar tidak melukai hati umat Islam yang kerap disandingkan dengan predikat teroris.
“Dikomunikasikan dengan organisasinya. Lalu dipanggil orangnya diberikan pengertian. Kalau misalkan di sebuah ormas ada orang terindikasi, kita dekati, bersama-sama kita berdialog, kita beri perspektif, kita beri edukasi, kita jelaskan implikasi dan konsekuensi hukumnya kan begitu,” ucapnya.
Dia juga menyebutkan, jika orang yang terindikasi radikalisme, ekstrimisme, dan terorisme itu masih tetap membandel setelah diajak berdialog, baru BNPT dan Densus 88 menangkap orang tersebut.
“Jadi, menurut saya apakah tidak sebaiknya BNPT bekerja sama dengan ormas-ormas yang ada membicarakan oknum-oknum yang terindikasi, kemudian membicarakan pembinaan terhadap mereka,” lanjutnya.
Wakil Ketua MUI itu berkeyakinan hal itu bisa merubah pola pikir oknum-oknum ormas yang terindikasi radikalisme, ekstrimisme, dan terorisme.”Nah, sehingga tugas Densus 88 dan BNPT jadi ringan, anggaranny juga bisa menciut,” ujar Anwar Abbas. (mcr8/jpnn)