DEMOKRASI.CO.ID - Dua pengurus Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kota Bengkulu ketahuan terlibat jaringan teroris dan ditetapkan menjadi tersangka.
Nah, setelah ditetapkannya dua pengurus MUI Bengkulu itu, sontak saja Ketua MUI Yul Khamra melakukan penonaktifan kepada keduanya.
Adapun kedua mantan pengurus MUI itu diketahui berinisial CA dan RH.
Seperti dilansir terkini,id dari detikcom via manadopost, Ketua MUI Kota Bengkulu Yul Khamra mengatakan bahwa CA sebelumnya menjabat Ketua Komisi Fatwa. Sedangkan RH menjabat Wakil Ketua I yang membidangi Komisi Fatwa MUI Bengkulu.
“Penonaktifan tersebut dilakukan mengingat keduanya telah ditetapkan tersangka oleh Mabes Polri beberapa waktu lalu,” kata Khamra seperti dilansir Antara, Minggu, 13 Februari 2022.
Khamra pun mengaku terkejut atas ditangkapnya kedua anggota MUI tersebut. Sebab, kata dia, keduanya merupakan anggota aktif di MUI sejak 2005.
Ia juga menambahkan bahwa RH pernah menjabat Sekretaris Jenderal serta merupakan dosen bahasa Arab di salah satu universitas swasta di Provinsi Bengkulu.
“Kami tidak tahu latar belakang beliau, yang kami tahu beliau sebagai juru dakwah,” ujarnya.
Khamra mengatakan pihaknya tidak menaruh kecurigaan terhadap keduanya. Sebab, tutur Khamra, dalam keseharian, mereka bergaul seperti biasa.
Sebelumnya, RH ditangkap Tim Densus 88 Antiteror Polri bersama dua rekannya, yaitu CA di Kelurahan Sidomulyo, Kota Bengkulu, dan M di Kecamatan Taba Penanjung, Kabupaten Bengkulu Tengah.
Karo Penmas Divisi Humas Polri Brigjen Ahmad Ramadhan menjelaskan ketiganya berasal dari kelompok teroris Jamaah Islamiyah (JI) cabang Bengkulu. CA merupakan Ketua JI Bengkulu yang bertugas merekrut anggota.
“(Sebanyak) 3 TO (target operasi) ini terlibat tindak pidana terorisme, di mana CA terlibat sebagai Ketua JI Cabang Bengkulu yang tugasnya adalah merekrut, bersama M dan R,” ujar Ramadhan kepada wartawan, Kamis, 10 Februari 2022.
Ramadhan mengatakan ketiga tersangka teroris ini aktif menggalang dana hingga menyembunyikan buron. Hal tersebut didukung oleh keterangan dan alat bukti yang didapat Densus 88.
“Dari keterangan dan alat bukti yang didapat, mereka aktif dalam perekrutan, penggalangan dana, dan memfasilitasi pelaku atau DPO untuk sembunyi atau melarikan diri,” imbuh Ramadhan. [terkini]