DEMOKRASI.CO.ID - Upaya seorang warga Padang, Sumatera Barat, Hardjanto Tutik, untuk menagih utang senilai Rp 60 miliar dari pemerintah menghadapi jalan buntu.
Hardjanto melalui kuasa hukumnya, Amiziduhu Mendrofa, sebelumnya sudah melayangkan gugatan terhadap Presiden Joko Widodo, Menteri Keuangan dan DPR RI ke Pengadilan Negeri Padang.
Persidangan kemudian berlanjut dengan mediasi yang difasilitasi pengadilan. Namun, mediasi terkait gugatan utang pemerintah sejak tahun 1950 itu gagal mencapai kesepakatan.
Alasan pemerintah menolak yaitu adapun mediasi tersebut gagal mencapai kesepakatan karena pihak pemerintah menilai, surat utang tersebut telah kedaluwarsa.
Dengan demikian, permintaan untuk membayar utang negara yang diminta penggugat sebesar Rp 60 miliar itu tidak dapat dipenuhi.
Dalam jawaban tertulis, tergugat Menteri Keuangan yang diwakili 12 orang pengacara itu menjelaskan bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 6 Keputusan Menteri Keuangan (KMK) No. 466a/1978, surat obligasi yang telah lewat waktu lima tahun sejak tanggal ditetapkannya keputusan pelunasan, yakni pada 28 November 1978, maka akan dianggap kedaluwarsa apabila belum diuangkan atau dibayar.
Mengutip dari laman Kompas.com Kamis 27 Januari 2022, “Berdasarkan hal tersebut di atas, oleh karena surat obligasi yang diklaim oleh penggugat sebagaimana mestinya tidak dimintakan/ditagihkan pelunasannya paling lambat lima tahun sejak KMK tersebut, maka surat obligasi tersebut jadi daluarsa, sehingga proposal permohonan penggugat tidak dapat kami penuhi,” tulis Didik Hariyanto dan kawan-kawan di jawaban tertulisnya.
Kuasa hukum Hardjanto, Mendrofa mengatakan, jawaban tergugat itu sangat aneh, karena beralasan bahwa utang pemerintah telah kedaluwarsa.
Padahal, menurut Mendrofa, KMK itu mengangkangi Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2002, tentang Surat Utang Negara (obligasi) Tahun 1950.
Dilansir dari laman kompas.com Kamis 27 Januari 2022, Menurut Mendrofa, UU tersebut menyebutkan, program rekapitalisasi bank umum, pinjaman luar negeri dalam bentuk surat utang, pinjaman dalam negeri dalam bentuk surat utang, pembiayaan kredit progam, dinyatakan sah dan tetap berlaku sampai surat jatuh tempo.
“Dalam Undang-Undang sudah dinyatakan sah, kenapa di KMK bisa disebut kedaluwarsa? Aneh, utang kok bisa kedaluwarsa,” kata Mendrofa.
Mendrofa mengatakan, UU jelas lebih tinggi tingkatannya dari KMK yang belum terdaftar dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.
Mendrofa pun menyinggung kliennya yang sudah membantu pemerintah dalam keadaan negara kesulitan, tetapi diperlakukan seperti saat ini.
“Tapi sekarang klien saya yang dipersulit untuk meminta uangnya kembali,” kata Mendrofa.
Menurut Mendrofa, karena mediasi gagal, maka pihaknya siap melanjutkan gugatan ke persidangan. “Akan lanjut ke sidang nantinya,” kata Mendrofa. [terikini]