DEMOKRASI.CO.ID - Malapetaka Lima belas Januari (Malari) 1974 menyimpan memori tersendiri bagi ekonom senior Rizal Ramli atau akrab disapa RR.
Bagi RR, jika mengingat peristiwa bersejarah penolakan modal asing itu tidak lepas dari sosok aktivis senior Hariman Siregar bersama rekan-rekannya yang memimpin demonstrasi kala itu.
Selain Hariman dkk, RR juga mengingat Malari 1974 bisa terjadi kerusuhan dan huru-hara tidak lepas dari peran Letjend (Purn) Ali Moertopo yang saat itu menjabat Deputi Kepala Badan Koordinasi Intelijen Negara.
"Saya kalau inget Malari cuma inget dua hal. Pertama, Hariman dkk. Kedua, itu sengaja dibuat rusuh kok yang bakar-bakaran itu Ali Moertopo. Itulah ciri dari pemerintahan otoriter," kata RR saat memberikan sambutan pada acara "Peringatan 48 Tahun Peristiwa Malapetaka Lima Belas Januari (Malari)", Sabtu (15/1).
Atas dasar itu, RR mengatakan, jika ada para mahasiswa yang menginginkan perubahan dengan damai dan baik-baik, biasanya sengaja dibuat kerusuhan supaya gerakan mahasiswa tersebut bisa disalahkan oleh rezim.
"Itulah kenapa waktu Saya dkk mimpin gerakan 78' kita enggak mau dekat-dekat sama elite sama sekali. Belajar takut apa yang terjadi dengan tahun 74-75 (Malari)," tuturnya.
Menko Ekuin era Presiden Gus Dur ini mencontohkan gerakan rakyat belakangan ini yang selalu disisir dengan operasi-operasi senyap. Padahal, rakyat hanya menginginkan perubahan secara baik dan damai.
"Setiap mau terjadi sesuatu selalu diupayakan supaya ada kerusuhan. Pada Pilpres (2019) kemarin, sengaja ada 300 preman yang tatto kiri-kanan, kalau Islam kan gak mungkin, mahasiswa kan tatto paling cuma 5 biji, dikerahkan ke depan KPU supaya rusuh supaya disalahkan oposisi," katanya.
"Jadi, teknik penguasa otoriter itu melakukan operasi intelejen agar supaya bikin rusuh, agar supaya teman-teman yang ingin perubahan dengan cara damai, baik, itu bisa disalahkan dan disikat," demikian RR. [rmol]