DEMOKRASI.CO.ID - Tenaga Ahli Utama Kantor Staf Presiden (KSP) Ali Mochtar Ngabalin menjelaskan, keputusan Presiden Joko Widodo untuk memindahkan Ibu Kota Negara (IKN) ke Penajam Paser Utara, Kalimantan Timur, adalah bukti keseriusan pemerintah dalam pemerataan pembangunan.
Agar pembangunan tidak hanya terpusat di Pulau Jawa alias tidak Jawa sentris. Tetapi bisa merata, ke wilayah-wilayah lainnya di Tanah Air.
"Sebagian besar APBN hanya berputar di Jawa. Jadi gagasan pertama dan utama dari pemindahan IKN ini adalah agar Indonesia tidak menjadi Jawa sentris," kata Ali Ngabalin dalam keterangan pers, yang disampaikannya di forum diskusi daring bertajuk Menakar Peluang dan Tantangan Pemindahan Ibu Kota Negara.
Perputaran APBN Bisa Menyebar ke Luar Jawa
Ali Ngabalin menjelaskan, data dari Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, Pulau Jawa selalu menjadi penyumbang terbesar bagi perekonomian Indonesia dengan 57,55 persen untuk besaran Produk Domestik Bruto (PDB) pada kuartal III-2021. Kata dia, ini merupakan perputaran ekonomi terbesar.
"Dengan pemindahan IKN ini perputaran APBN, alokasi keuangan, dan kebijakan yang tadinya berpusat di Pulau Jawa dapat bergeser dan merata ke pulau di luar Jawa. Ini akan memutus mata rantai 'apa-apa Orang Jawa'," jelasnya.
Pemindahan Ibu Kota Negara ini juga didukung akademisi dari Universitas Cenderawasih Papua, Dr. Septinus Saa. Ia mengatakan bagaimana tata kelola pemerintahan di Australia menjadi lebih baik setelah ibu kota negara berpindah dari Sydney ke Canbera.
"Kita melihat kepadatan penduduk di Pulau Jawa terutama Jakarta. Selain itu, faktor lingkungan juga terbengkalai dimana sekarang banyak terjadi musibah. Hal ini menjadikan Jakarta tidak ideal lagi sebagai Ibu Kota," kata Septinus. [viva]