DEMOKRASI.CO.ID - Sekretaris Jenderal Partai Gelombang Rakyat (Gelora) Indonesia Mahfudz Siddiq mengungkapkan kemungkinan munculnya politik identitas dalam pemilu legislatif atau presiden tahun 2024. Pemilu 2024, menurutnya, kemungkinan juga masih berada dalam situasi pandemi COVID-19.
Di tengah pemilu 'rasa pandemi' itu, Mahfudz mengingatkan semua pihak untuk mengantisipasi politik identitas yang membelah atau menimbulkan polarisasi dahsyat di masyarakat. Padahal, katanya, pembelahan akibat pemilu 2019 saja belum sepenuhnya hilang sampai sekarang.
"Kemunculan politik identitas itu, antara lain bisa muncul dari tokoh-tokoh politik yang rekam jejaknya menunjukkan keterkaitan dengan politik identitas. Kita sama-sama tahu, kini sudah muncul nama-nama tokoh dalam survei-survei calon presiden, termasuk yang dilakukan SMRC (Saiful Mujani Research and Consulting )," kata Mahfudz, Sabtu, 22 Januari 2022.
"Dan dari nama-nama itu, saya ambil contoh Pak Anies Baswedan yang dalam persepsi publik pernah punya keterkaitan dengan politik identitas di masa lalu, sangat mungkin mengikutsertakan politik identitas kembali, bila maju dalam kompetisi pemilu 2024," ujarnya.
Dia menyinggung ide pengunduran jadwal pemilu 2024, sebagaimana disampaikan oleh Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia. Bila pemilu 2024 diundur dua atau tiga tahun, dia berpendapat, akan memberikan peluang pada kelompok-kelompok yang mengusung politik identitas untuk mobilisasi. Itu akan membuat pembelahan masyarakat makin dahsyat dan serta kohesi sosial terganggu.
Dalam kesempatan yang sama, pemerhati politik dan isu-isu strategis Prof Imron Cotan menyatakan, politik identitas selalu tumbuh apabila situasi krisis, seperti halnya akibat pandemi COVID-19 muncul dan berkelanjutan. Berdasarkan kajian ilmu politik, krisis berkelanjutan memang mengundang munculnya politik identitas.
"Yang selalu dijadikan rujukan oleh para pakar, dan saya sepakati, adalah kemunculan presiden Donald Trump di Amerika serta presiden Jair Bolsonaro di Brasil. Keduanya muncul berbasiskan politik identitas akibat krisis yang melanda negeri mereka masing-masing. Hal itu yang kita tidak inginkan terjadi di Indonesia," ujar Imron.
Karena itu, Imron menyatakan, agar mencegah politik identitas maupun polarisasi muncul di tengah masyarakat, situasi pandemi harus ditangani dengan baik. Dan sejauh ini, penanganan pandemi oleh negara sudah cukup baik, bahkan kelima terbaik di dunia.
Bila penanganan pandemi baik, ekonomi membaik, menurutnya, potensi kemunculan politik identitas dan dikotomi masyarakat juga bisa dicegah. Dan, Indonesia bisa melaksanakan pemilu 2024 dengan baik juga. [viva]