DEMOKRASI.CO.ID - Koordinator Komunitas Tionghoa Anti Korupsi (KomTak), Lieus Sungkharisma menanggapi kabar bahwa lahan calon Ibu Kota Negara di Penajam Paser Utara, Kalimantan Timur adalah milik ahli waris Kesultanan Kutai.
Lieus menilai hal ini semakin menguatkan dugaan rencana pemindahan IKN memang sangat tergesa-gesa.
“Klaim atas lahan oleh ahli waris Kesultanan Kutai semakin menguatkan dugaan bahwa rencana pemindahan ibukota negara itu memang sangat tergesa-gesa,” katanya pada Sabtu, 29 Januari 2022, dilansir dari RMOL.
“Meski pemerintah menyatakan lahan untuk ibukota baru itu murni milik negara, faktanya Kesultanan Kutai bahkan mengklaim sebagian besar lahan untuk IKN adalah milik mereka dengan menunjukkan bukti-buktinya,” sambungnya.
Menurut Lieus, jika klaim ahli waris Kesultanan Kutai itu benar, maka itu berarti pemerintah sangat tidak menghormati hak-hak para Sultan yang dulu sudah banyak berkorban untuk berdirinya Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
Adapun klaim yang ia maksud ini adalah bahwa sebagian besar lahan yang terletak di sebagian Kecamatan Sepaku, Penajam Paser Utar dan sebagiannya lagi di Kecamatan Samboja, Kutai Kartanegara adalah milik ahli waris Kesultanan Kutai.
“Saya sependapat dengan Ketua DPD RI, La Nyalla Mattalitti yang menyebut para Raja dan Sultan sudah sangat banyak berkorban untuk tegak berdirinya NKRI,” kata Lieus.
“Seharusnya pemerintah Indonesia hari ini menghargai jasa-jasa mereka dan menghormati hak-hak ahli waris mereka,” lanjutnya.
Namun, lanjutnya, protes ahli waris Kesultanan Kutai atas lahan untuk IKN itu menunjukkan pemerintah saat ini sangat tidak menghargai dan tidak menghormati hak-hak keturunan Kesultanan Kutai.
“Padahal, sekali lagi, jasa para Sultan itu di masa kemerdekaan sangat besar untuk negara ini,” kata Lieus Sungkharisma. [terkini]