DEMOKRASI.CO.ID - Presiden Joko Widodo menyebut empat nama kandidat yang akan menjadi Kepala Otoritas Ibu Kota Negara (IKN) baru.
Mereka adalah mantan Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok yang kini menjabat sebagai Komisaris Utama Pertamina.
Kemudian, mantan Bupati Banyuwangi yang baru saja dilantik sebagai Kepala Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP), Abdullah Azwar Anas.
Selain Ahok dan Azwar Anas, Jokowi juga menyebut nama Bambang Brodjonegoro, mantan Menteri Riset dan Teknologi.
Satu orang nama yang diungkap Jokowi lainnya adalah mantan Direktur Utama Wijaya Karya (WIKA), Tumiyana.
"Kandidat memang banyak. Satu, Pak Bambang Brodjonegoro, dua Pak Ahok, tiga Pak Tuniyana, empat Pak Azwar Anas," ungkap Jokowi di Istana Kepresidenan, Jakarta, Senin (2/3/2020).
Jokowi bahkan mengatakan, keputusan akan diambil dalam waktu dekat. Hanya saja, sampai sekarang belum ada nama yang ditunjuk sebagai Kepala Badan Otorita Ibu Kota Baru.
Lebih lanjut, Presiden menjelaskan bahwa Otoritas Ibu Kota Negara ini akan segera ditandatangani Peraturan Presiden (Perpres)-nya yang nanti di sana akan ada chief executive officer (CEO)-nya.
”CEO-nya sampai sekarang belum diputuskan. Dan akan segera diputuskan dalam Insyaallah dalam minggu ini,” ujar Presiden.
Nantinya, Badan Otorita ibu kota negara itu akan diatur dalam peraturan presiden (perpres) yang disiapkan bersamaan pembahasan rancangan undang-undang (RUU) ibu kota negara.
Badan Otorita IKN juga disinggung dalam draf RUU IKN.
Dalam Bab I Ketentuan Umum Pasal 1 ayat (8) pada draf RUU IKN dijelaskan soal akan ada lembaga pemerintah setingkat kementerian yang diberi nama Otorita IKN.
Bukan hanya untuk mengurus proses pemindahan dan pembangunan ibu kota negara baru saja, Otorita IKN juga disebut juga akan menjadi penyelenggara Pemerintahan Khusus IKN.
"Otorita Ibu Kota Negara yang selanjutnya disebut Otorita IKN adalah lembaga pemerintah setingkat kementerian yang dibentuk untuk melaksanakan persiapan, pembangunan, dan pemindahan Ibu Kota Negara, serta penyelenggaraan Pemerintahan Khusus IKN," bunyi Pasal 1 ayat (9).
Berikutnya, pada ayat (10) dijelaskan terkait definisi Kepala Otorita IKN.
Ayat tersebut mengatur bahwa Kepala Otorita IKN adalah pimpinan Otorita IKN yang berkedudukan setingkat menteri yang bertanggung jawab atas pelaksanaan tugas dan fungsi Otorita IKN dalam pelaksanaan persiapan, pembangunan, dan pemindahan Ibu Kota Negara, serta penyelenggaraan Pemerintahan Khusus IKN.
Sebelumnya, Wakil Ketua Panitia Khusus (Pansus) Rancangan Undang-Undang Ibu Kota Negara (RUU IKN) DPR RI Saan Mustopa juga mengungkapkan bahwa ibu kota negara (IKN) baru nantinya akan dipimpin oleh kepala otorita, bukan seorang gubernur seperti sekarang di Kalimantan Timur.
"Iya bukan gubernur, jadi pihak yang menyelenggarakan pemerintahan daerah khusus itu namanya otorita yang dipimpin kepala otorita," kata Saan di Gedung DPR, Jakarta, Senin (17/1/2021).
Politikus Partai Nasdem menuturkan, kepala otorita itu akan langsung ditunjuk oleh Presiden Jokowi. Nantinya jika dibutuhkan maka akan ada pula wakil kepala otorita.
"Kepala Otorita IKN itu bukan seperti Kepala Otorita Batam yang merupakan sebuah badan, namun ini penyelenggara pemerintahan," ujarnya.
Selain itu, penunjukan sosok kepala otorita di IKN pun bisa tanpa berkonsultasi dulu dengan DPR RI.
"Ini terkait dengan representasi politiknya. Kami ingin representasi politiknya cukup di daerah pemilihan nasional," kata dia.
Kini Pansus DPR-DPD-Pemerintah telah sepakat membawa RUU Ibu Kota Baru ke Paripurna.
Panitia Khusus Rancangan Undang-Undang Ibu Kota Negara (Pansus RUU IKN) DPR RI bersama pemerintah dan DPD RI telah menyetujui RUU IKN untuk diproses lebih lanjut dalam pengambilan keputusan Tingkat II dalam Rapat Paripurna DPR RI.
"Apakah RUU IKN yang sudah dibahas dapat disetujui dan diproses lebih lanjut untuk pembicaraan Tingkat II?" tanya Ketua Pansus RUU IKN Ahmad Doli Kurnia Tandjung saat memimpin Raker Pansus di Kompleks Parlemen, Jakarta, Selasa (18/1/2022) dini hari.
"Setuju," seluruh anggota Pansus RUU IKN menyambut RUU tersebut untuk diproses dalam pengambilan keputusan Tingkat II. []