DEMOKRASI.CO.ID - Perempuan di Aceh bernama Isma Khaira divonis 3 bulan penjara terkait UU ITE. Isma turut membawa bayinya yang berusia 6 bulan lantaran membutuhkan air susu ibu (ASI).
Polri menerangkan, penahanan itu dilakukan oleh pengadilan. Jika kasus masih di kepolisian, setelah keluar Surat Edaran Kapolri SE/2/II/2021, Polri akan mengedepankan restorative justice untuk kasus UU ITE yang sifatnya interpersonal.
"Yang jelas, kasus di Aceh itu kan sudah proses ke pengadilan. Yang jelas, setelah keluar Surat Edaran Kapolri Nomor 2, masalah-masalah yang berhubungan dengan interpersonal, yang berhubungan dengan UU ITE, Polri akan mengedepankan restorative justice, membuka ruang mediasi seluas-luasnya," ujar Karo Penmas Divisi Humas Polri Brigjen Rusdi Hartono kepada wartawan di Mabes Polri, Jakarta Selatan, Rabu (3/3/2021).
Rusdi menjelaskan, apabila proses mediasi tidak tercapai, akan dilakukan penegakan hukum. Meski demikian, Polri tidak akan melakukan penahanan, mengingat penegakan hukum ditempatkan di proses paling akhir.
"Ini akan kita kedepankan. Kalau toh proses mediasi tidak tercapai, akan tetap dilakukan penegakan hukum. Tetapi tidak dilakukan penahanan oleh Polri, seperti itu. Jadi, proses tetap berjalan, tapi tidak dilakukan penahanan. Ini bagian Polri betul-betul menempatkan penegakan hukum itu jadi proses paling akhir," terangnya.
Jika ditemukan pelanggaran UU ITE yang berpotensi menimbulkan konflik hingga memecah belah bangsa, lanjut Rusdi, barulah Polri akan menindak tegas pelanggar UU ITE tersebut.
"Jadi proses mediasi yang akan dikedepankan dalam menangani kasus-kasus yang berhubungan UU ITE. Apalagi hanya masalah personal saja. Tapi apabila ada pelanggaran hukum yang sudah berdampak nanti memecah belah bangsa, akan menimbulkan konflik horizontal di tengah-tengah masyarakat. Saya rasa di sini, kami dari Polri akan menindak tegas semuanya," tegas Rusdi.
"Lain lagi kalau kasus-kasus yang berhubungan interpersonal. Kalau sudah memecah bangsa, memecah belah, ganggu ketertiban umum, Polri akan tindak tegas," sambung dia.
Sebelumnya, Isma Khaira menjalani hukuman penjara bersama bayinya berusia enam bulan. Isma divonis 3 bulan penjara terkait kasus ITE.
"Ibu itu sudah divonis tiga bulan penjara. Baru dieksekusi oleh jaksa ke Rutan Lhoksukon," kata Kepala Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM (Kanwil Kemenkumham) Aceh, Heni Yuwono, Senin (1/3/2021).
Isma divonis 3 bulan penjara dalam kasus pencemaran nama baik kepala desa (kades) di media sosial. Dikutip dari situs resmi Pengadilan Negeri Lhoksukon, kasus itu bermula saat Kades Bahktiar bersama perangkat desa mendatangi rumah terdakwa di Kecamatan Seunuddon, Aceh Utara, pada Kamis (2/4/2020).
Bahktiar disebut ingin menyelesaikan permasalahan sengketa tanah. Begitu tiba, Bahktiar disebut mendapat makian dari suami korban serta dipukul oleh Ibu Isma.
Bahktiar tidak melakukan perlawanan dan memilih pergi dari lokasi. Insiden tersebut ternyata direkam adik terdakwa dan videonya diunggah di grup keluarga.
Tak berapa lama kemudian, Isma disebut mengunggah video tersebut ke Facebook. Setelah video tersebut viral, Bahktiar membuat laporan ke polisi.
Kasus itu pun diproses. Dalam persidangan, Isma dituntut 5 bulan penjara, namun hakim memvonisnya 3 bulan bui. Selama persidangan, Isma tidak menjalani hukuman penjara.(dtk)