DEMOKRASI.CO.ID - Warga muslim RW 010 Cluster Water Garden Perumahan Grand Wisata, Desa Lambang Jaya, Tambun Selatan, Kabupaten Bekasi mengadukan persoalan gugatan pembangunan Mushola Al Muhajirin oleh PT Putra Alvita Pratama (anak usaha Sinarmas Group) kepada Majelis Ulama Indonesia (MUI) Pusat.
Pertemuan warga dengan MUI berlangsung pada Selasa, 2 Maret 2021. Rahman Kholid, selaku tergugat sekaligus perwakilan warga menjelaskan dalam pertemuan tersebut hadir berbagai elemen antara lain Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) Kabupaten Bekasi, Kantor Urusan Agama Tambun Selatan, dan Kantor Wilayah Kementerian Agama Kabupaten Bekasi.
“Alhamdulillah kami mendapatkan dukungan dari para kyai, ustadz, dan guru-guru atas pembangunan mushola tersebut,” ungkap Rahman di Bekasi, Rabu (3/3).
Dalam pertemuan tersebut, warga muslim Water Garden menjelaskan kronologis munculnya gugatan oleh Sinarmas. Beberapa klausul yang diajukan pengembang terkait larangan warga mengumandangkan azan dengan pengeras suara, sholat Jum’at, dan pengajian di mushola yang dibangun juga turut menjadi sorotan.
Warga juga kembali menegaskan bahwa seluruh proses dan persyaratan pendirian dan pembangunan mushola telah dipenuhi. Oleh karenanya, Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Kabupaten Bekasi semestinya tidak memiliki alasan kuat untuk menahan penerbitan izin mendirikan bangunan (IMB).
Menurut Rahman, dalam kesempatan yang sama, Wakil Sekretaris Komisi Hukum dan Hak Asasi Manusia MUI Pusat, Kaspudin Nor, menyatakan bahwa pengembang semestinya tidak memiliki kedudukan hukum (legal standing) saat menggugat warga yang telah sah memiliki lahan yang mereka beli.
“Setelah proses jual beli selesai, seluruh hak dan kewajiban terhadap tanah melekat kepada pembeli sebagai pemilik. Persoalan kedua pihak sudah selesai setelah serah terima tanah,” kata dia menirukan pendapat Kaspudin yang juga merupakan Anggota Komisi Kejaksaan.
Tanah kavling seluas 226 meter persegi yang menjadi fasilitas sosial atau fasilitas umum juga seharusnya tidak menjadi persoalan sepanjang telah mendapatkan persetujuan pengguna dan warga sekitar sesuai aturan.
Oleh karenanya, pemerintah daerah seharusnya tidak menghalangi upaya warga membangun mushola karena akan melanggar kebebasan beribadah dan prinsip kepentingan umum.
Apalagi, Sinarmas tidak menyediakan fasilitas di klaster tersebut. Usulan pemerintah daerah mendorong warga agar meminta persetujuan pembangunan mushola kepada pengembang juga keliru. Sebab, semestinya sebagai badan hukum publik posisi pemerintah tidak boleh tunduk kepada pengembang yang notabene adalah badan hukum privat. Konfirmasi mengenai dukungan dan kelengkapan persyaratan juga datang dari Ketua FKUB Kabupaten Bekasi, KH Athoilah Mursyid.
Menurutnya, FKUB Kabupaten Bekasi menerbitkan rekomendasi pembangunan mushola karena warga memenuhi semua persyaratan. “Mushola telahm mendapatkan dukungan minimal 90 warga pengguna dan 60 pendukung. Verifikasi lapangan juga telah dilakukan dan semuanya sesuai dengan dokumen yang diajukan,” tegas Athoilah.
Ia pun menegaskan bahwa dalam menerbitkan rekomendasi, FKUB tidak memerlukan surat tambahan dari instansi lain, termasuk pemerintah. Oleh karenanya, Dinas PUPR Kabupaten Bekasi semestinya segera menyetujui IMB Mushola Al Muhajirin yang sudah diajukan warga sejak lama.
Hal senada disampaikan perwakilan Seksi Bimas Islam Kantor Wilayah Kementerian Agama Kabupaten Bekasi. Kemenag telah menerbitkan rekomendasi tertulis pembangunan mushola setelah mereka melakukan verifikasi terhadap seluruh dokumen. Selain itu, pengecekan di lapangan memperlihatkan bahwa keberadaan mushola sudah menjadi kebutuhan riil masyarakat di Cluster Water Garden. []