DEMOKRASI.CO.ID - Wakil Ketua MPR Hidayat Nur Wahid (HNW) meminta pemerintah mempertimbangkan lagi dampak dari dikeluarkannya Peraturan Presiden Nomor 10 Tahun 2021 yang memuat di bidang investasi minuman keras (miras).
Ia menegaskan pelegalan miras dapat membawa berbagai dampak buruk bagi masyarakat.
HNW mengulas meskipun dalam Lampiran III Perpres No. 10/2021 menerangkan investasi miras hanya diperbolehkan di Provinsi Bali, Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT), Provinsi Sulawesi Utara dan Provinsi Papua, namun ada ketentuan daerah-daerah lain juga dapat membuka investasi industri miras, bila syaratnya yang ringan itu terpenuhi. Hal itu jelas dinyatakan dalam Lampiran III angka 31 dan angka 32 huruf b.
Lampiran III Perpres angka 31 dan angka 32 huruf b jelas menerangkan penanaman modal di luar (provinsi-provinsi yang disebut dalam) huruf a (tersebut di atas), Dapat Ditetapkan oleh Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) berdasarkan usulan Gubernur.
"Artinya, izin investasi untuk memproduksi minuman beralkohol, bisa berlaku di luar 4 provinsi tersebut, dan karenanya juga bisa berlaku untuk semua daerah, bila 2 syarat yang ringan itu terpenuhi, yaitu penetapan Kepala BKPM atas usulan dari Gubernur," tegas HNW dalam keterangannya, Senin (1/3/2021).
HNW mengingatkan efek negatif yang dapat ditimbulkan dari miras. Baru beberapa hari lalu, kata HNW, di Jakarta terjadi tindakan kriminal terkait miras. Seorang oknum polisi yang diduga mabuk menembak empat orang, mengakibatkan dua pekerja kafe dan satu anggota TNI tewas.
Wakil Ketua Majelis Syuro Partai Keadilan Sejahtera (PKS) menyampaikan Perpres tersebut menuai penolakan dari berbagai kalangan keagamaan seperti Majelis Ulama Indonesia (MUI), juga tokoh masyarakat di daerah. Penolakan itu mengalir karena dikhawatirkan efek negatif dari miras membahayakan keselamatan masyarakat.
"Di Papua, Anggota DPD dari Papua dan Kelompok Kerja Agama Majelis Rakyat Papua (MRP) juga sudah menyampaikan penolakannya, karena miras dinilai membahayakan eksistensi masyarakat Papua," ujarnya.
"Kasat Serse Polwiltabes Manado juga menyampaikan miras jadi pemicu meningkatnya kriminalitas di Manado, Sulawesi Utara. Sementara di NTT juga ada laporan kejahatan adik yang karena mabuk miras malah tega bunuh kakak kandungnya sendiri," imbuhnya.
HNW mengatakan penolakan tersebut seharusnya menjadi pertimbangan Presiden Jokowi untuk meninjau ulang keberadaan Perpres itu. Ia khawatir Perpres ini akan menimbulkan keresahan dan kegaduhan di daerah-daerah lainnya, bukan hanya Papua.
Ia pun mengingatkan soal kemudahan bagi daerah lain yang ingin membuka investasi miras. Hanya cukup berbekal ketetapan Kepala BKPM dan atas usulan dari gubernur, yang keduanya bisa bersifat subjektif, tanpa memerlukan keterlibatan pembahasan dan persetujuan dari DPRD pemerintah daerah bisa mengajukan izin investasi miras.
"Indonesia memang perlu investasi, tapi investasi yang bisa membangkitkan ekonomi dan kesejahteraan seluruh Rakyat Indonesia, dan aman terhadap dampak sosial, keamanan dan moral. Bukan yang hanya lebih menguntungkan investor tapi merugikan rakyat dan negara, karena investasi yang malah merusak keamanan, kesehatan, moral dan masa depan generasi muda," ujarnya.
"Jadi, demi melindungi seluruh Rakyat Indonesia, sebagaimana perintah Konstitusi, dan untuk kemaslahatan terbesar bagi Rakyat dan NKRI, juga sesuai dengan prinsip memperhatikan budaya dan kearifan lokal, lebih afdhal bagi Presiden Jokowi untuk lebih cepat mencabut atau menarik Perpres bermasalah ini," wanti HNW.(dtk)