DEMOKRASI.CO.ID - Peristiwa gerakan sepihak yang diklaim sebagai Kongres Luar Biasa (KLB) di Deli Serdang Sumatera Utara (Sumut) yang diduga melibatkan pihak eksternal Kepala Kantor Staf Presiden (KSP) Moeldoko dinilai lebih buruk dari zaman orde baru (Orba).
Direktur Visi Indonesia Strategis, Abdul Hamid mengatakan, KLB yang menimpa Partai Demokrat saat ini berbeda dengan KLB-KLB pada umumnya yang terjadi saat era Soeharto dulu.
Kata pria yang karib disapa Cak Hamid ini, pada orde baru bukanlah pihak eksternal yang menjadi pimpinan atau Ketua Umum hasil KLB.
"Kita menjadi flashback kepada rezim otoritarian. Ini lebih buruk dari zaman Soeharto menurut saya. Karena jaman Soeharto tidak ada dari luar, tapi yang ada perebutan di internal," kata Cak Hamid saat menjadi narasumber dalam acara Obrolan Bareng Bang Ruslan diselenggarakan oleh Kantor Berita Politik RMOL, bertajuk 'KLB Sepihak Hingga Desakan Pemecatan' Selasa (9/3).
Menurut dia, gerakan sepihak yang diklaim sebagai KLB di Deli Serdang Sumut yang diduga melibatkan pihak eksternal Kepala Kantor Staf Presiden (KSP) Moeldoko itu harus direspons oleh pemerintah dengan menolak keabsahannya.
Dengan begitu, Cak Hamid berpendapat Pemerintah turut serta menjaga dan merawat demokrasi di Tanah Air.
"Kepada Yasonna Laolly dalam hal ini agar kemudian menganulir (KLB), karena ini adalah preseden buruk bagi bangsa kita. Kejadian ini harus kita tolak bersama. Saya bukan berpihak ke Demokrat atau AHY. Tetapi kepada menyelamatkan demokrasi," demikian Cak Hamid.
Selain Cak Hamid, turut hadir sebagai narasumber dalam diskusi daring tersebut yakni Deputi Balitbang DPP Partai Demokrat Syahrial Nasution.(RMOL)