DEMOKRASI.CO.ID - Pengamat sektor kelautan dan Direktur Pusat Kajian Maritim untuk Kemanusiaan, Abdul Halim mengatakan kebijakan mengizinkan asing mengeruk harta karun bawah laut atau muatan kapal tenggelam, merugikan Indonesia.
"Langkah ini justru merugikan kepentingan Indonesia dari berbagai aspek," kata Abdul Halim, dilansir Antara, Sabtu (6/3/2021).
Harta karun atau muatan kapal itu seharusnya bisa menjadi pelajaran sejarah atau maritim bagi masyarakat. Menurutnya, di dalam negeri banyak pihak yang mampu mencari dan mengangkat harta karun muatan kapal tenggelam.
Berapapun nilai investasi yang diperoleh terkait kebijakan tersebut, tidak sebanding dengan nilai historis benda purbakala yang ada di lautan Nusantara.
Mantan Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti juga menolak kebijakan tersebut. Dia menyarankan pemerintah yang mengangkat dan mengelola harta karun tersebut.
Indonesia sudah banyak kehilangan benda-benda bersejarah karena saat asing menemukannya, maka dia akan menjual benda berharga mahal, dan memberi benda yang kurang berharga untuk pemerintah Indonesia.
Sebelumnya, Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia menyatakan bahwa aktivitas pengangkatan benda berharga muatan kapal tenggelam menjadi salah satu bidang usaha yang dibuka kembali berdasarkan regulasi turunan UU Nomor 11/2020 tentang Cipta Kerja.
Namun, Bahlil mengingatkan bahwa ada berbagai persyaratan ketat yang harus dipenuhi pihak investor bila ingin mendapatkan izin untuk itu dari BKPM.
Sementara itu, berdasarkan data Asosiasi Perusahaan Pengangkatan dan Pemanfaatan Benda Muatan Kapal Tenggelam Indonesia, diperkirakan ada sekitar 464 titik lokasi kapal tenggelam dengan nilai muatan harta karun yang ditaksir memiliki nilai total sekitar 12,7 miliar dolar AS atau sekitar Rp189 triliun. []