DEMOKRASI.CO.ID - Wapres KH Ma’ruf Amin seorang ulama hanya diam saja ketika pemerintah mengeluarkan kebijakan investasi miras dalam skala besar hingga kecil namun mendapat penolakan warga Kristen Papua.
Demikian dikatakan pengamat seniman politik Mustari atau biasa dipanggil Si Bangsat Kalem (SBK), Jumat (26/2/2021). “Harusnya KH Ma’ruf sebagai kiai bisa berperan untuk menolak investasi miras di Indonesia,” ungkapnya dilansir suaranasional.
Pelajar Indonesia menemukan cara untuk mengembalikan penglihatan!
Kata SBK, keberadaan KH Ma’ruf Amin sebagai wapres tidak mempunyai peran dalam memperjuangkan aspirasi umat Islam. “Investasi miras yang merugikan umat manusia tidak bisa dicegah KH Ma’ruf Amin,” papar SBK.
SBK mengatakan, investisi miras sangat bertentangan dengan Pancasila. “Investasi miras dan uangnya masuk kas negara tidak baik untuk kehidupan berbangsa dan bernegara,” jelas SBK.
Menurut SBK, kerusakan bangsa Indonesia sudah sangat mengkhawatirkan adanya kebijakan investasi miras. “Miras itu sumber masalah. Dari miras memunculkan kriminalitas,” pungkasnya.
Presiden Jokowi membuka izin investasi untuk industri minuman keras (miras) atau beralkohol dari skala besar hingga kecil. Syaratnya, investasi hanya dilakukan di daerah tertentu.
Ketentuan ini tertuang di Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 10 Tahun 2021 tentang Bidang Usaha Penanaman Modal yang diteken kepala negara pada 2 Februari 2021. Aturan itu merupakan turunan dari Undang-Undang (UU) Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja.
“Semua bidang usaha terbuka bagi kegiatan penanaman modal, kecuali bidang usaha yang dinyatakan tertutup untuk penanaman modal atau untuk kegiatan yang hanya dapat dilakukan oleh pemerintah pusat,” tulis Pasal 2 ayat 1 Perpres 10/2021 seperti dikutip, Kamis (25/2).
Selanjutnya, lampiran bidang usaha yang boleh mendapat aliran investasi tertuang dalam tiga lampiran. Pada lampiran ketiga, tercantum industri minuman keras mengandung alkohol pada daftar urutan ke-31.
“Persyaratan, untuk penanaman modal baru dapat dilakukan pada provinsi Bali, Nusa Tenggara Timur, Sulawesi Utara, Papua dengan memperhatikan budaya dan kearifan setempat,” tulis lampiran III perpres tersebut. []