DEMOKRASI.CO.ID - Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal mengingatkan kepada jajaran BPJS Ketenagakerjaan untuk tidak main-main dalam mengelola program jaminan sosial ketenagakerjaan. Sebab uang yang dikelola itu merupakan uang buruh dan pengusaha.
Hal itu diungkapkan Said Iqbal sekaligus menanggapi kasus dugaan korupsi di BPJS Ketenagakerjaan belum lama ini. Beberapa waktu lalu, Kejaksaan Agung menggeledah kantor pusat BPJS Ketenagakerjaan dan menyita beberapa dokumen. Dari penggeledahan tersebut, muncul dugaan adanya penurunan nilai investasi (unrealized loss) sebanyak Rp 43 triliun.
"Jangan main-main ya ini uang buruh, kami ingatkan kepada BPJS Ketenagakerjaan kami harapkan kepada Kejaksaan Agung jangan main-main," kata Said dalam video conference yang dikutip Kamis (11/2/2021).
Pihak Kejaksaan Agung sebelumnya menggeledah kantor pusat BPJS Ketenagakerjaan pada tanggal 18 Januari 2021. Dia mempertanyakan, mengapa pihak penegak hukum belum juga menetapkan tersangka dalam dugaan kasus ini.
Menurut Said Iqbal, seluruh perusahaan pengelola investasi maupun beberapa pegawai BPJS Ketenagakerjaan sudah diperiksa.
"Kami mempertanyakan kepada Jaksa Agung dan jajaran Kejaksaan Agung, sudah satu bulan mengapa tidak ditetapkan siapa tersangkanya, itu pertanyaannya," ujarnya.
"Ini pemain-pemain pengelola investasi Jamsostek atau BPJS Naker yang kami dapatkan informasi sudah diperiksa. Mengapa Kejaksaan Agung belum menetapkan tersangkanya, kan sudah diperiksa 18 pengelola, dan beberapa orang di BPJS Naker juga sudah dipanggil, siapa tersangkanya," tambahnya.
Lebih lanjut Said Iqbal meminta para penegak hukum untuk transparan dalam melakukan penyidikan dan penyelidikan di kasus dugaan megakorupsi BPJS Ketenagakerjaan ini. Dia tidak ingin uang buruh dan pengusaha ini bernasib sama seperti yang terjadi di Jiwasraya dan Asabri.
Sebab, dikatakan Said Iqbal, seluruh pihak baik BPJS Ketenagakerjaan dan Kejaksaan Agung pun bisa mengungkapkan ke publik mengenai investasi apa yang memang benar-benar rugi.
"Karena kalau melihat kasus Jiwasraya dan kasus Asabri itu ada dua unsur penyebab kerugian dalam pengelolaan investasi, dua unsur penyebab. Pertama adalah investasi bodong, apakah BPJS naker melakukan investasi bodong, kerana dari beberapa informasi yang kami dapat ada dugaan terafiliasi dengan Benny Tjokro yang juga menjadi tersangka di 2 kasus Jiwasraya dan Asabri, jangan main-main ya ini uang buruh," katanya.
"Kedua ada unsur faktor penyebab, boleh jadi para pemanggil keputusan untuk meletakkan investasi BPJS Ketenagakerjaan ke lembaga investasi itu 'menerima komisi'. Itu 2 faktor unsur penyebab terjadinya penyimpangan atau dugaan korupsi. Itu yang kami dapat dari sumber," ungkapnya.
Meski begitu, Said mengungkapkan pihak KSPI akan mengawal terus persoalan dugaan mega korupsi sebesar Rp 43 triliun di BPJS Ketenagakerjaan ini.
"Kami tidak mau nanti ujung-ujungnya keluar hasil pemeriksaan penyelidikan dan penyidikan yang mengatakan ini adalah kerugian akibat risiko bisnis, waduh berbahaya ini, kami tidak akan berhenti, KSPI khususnya tidak akan berhenti, akan kita investigasi terus," ungkapnya.(dtk)