DEMOKRASI.CO.ID - Sikap mayoritas fraksi di DPR RI yang berubah haluan menolak revisi UU Pemilu dan mendukung Pilkada Serentak 2024 disorot publik.
Bahkan secara khusus, deklarator dan Komite Politik Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia (KAMI), Gde Siriana Yusuf menyoroti sikap Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) yang dinilai tidak konsisten.
Bukan tanpa sebab, merujuk pada perdebatan Pilkada 2020 lalu, PDIP yang paling vokal untuk tetap menggelar pilkada di tengah pandemi Covid-19. Namun kali ini, partai pimpinan Megawati Soekarnoputri itu mengambil sikap berbeda terkait upaya menormalisasi pilkada 2022 dan pilkada 2023.
PDIP ngotot revisi UU Pemilu, yang di dalamnya memuat revisi UU 7/2017 tentang Pemilu dan UU 10/2016 tentang pemilihan Kepala Daerah tak perlu dilakukan dan tetap menghendaki pilkada diserentakkan pada 2024.
"Konsistensi penting untuk bangun trust. Mencla-mencle demi anak Pak Lurah ikut Pilkada bikin rakyat muak!" kata Gde Siriana di akun Twitternya, Rabu (10/2).
Dalam tulisannya, Gde turut menautkan pemberitaan media massa yang memuat sikap PDIP saat perdebatan pilkada 2020. Saat itu, PDIP ngotot digelar Pilkada di tengah pandemi karena alasan keberadaan Plt kepala daerah tidak tepat di tengah situasi krisis Covid-19.
Sikap tersebut pun seakan kontras dengan kondisi saat ini, di mana bila pilkada diserentakkan tahun 2024, maka ada ratusan daerah yang akan dipimpin oleh seorang plt kepala daerah. Padahal hingga kini pun wabah Covid-19 masih menghantui Indonesia.
Melihat hal tersebut, Direktur Eksekutif Indonesia Future Studies (INFUS) ini pun memandang bahwa ada arogansi dari penguasa yang tengah dipertontonkan kepada masyarakat.
"Dalam derita pandemi, rakyat menonton arogansi penguasa," tandasnya. (*)