DEMOKRASI.CO.ID - Mantan Kader Partai Demokrat, Ruhut Sitompul berbicara terkait gerakan kudeta terhadap Ketum Agus Harimurti Yudhoyono (AHY).
Ruhut menyebut dirinya sempat diajak untuk bersaksi terkait persoalan yang ada di Partai Demokrat di bawah kepemimpinan AHY.
Awalnya Ruhut bercerita banyak kader Partai Demokrat yang akhir-akhir ini mendatangi dirinya. Kader-kader itu kata Ruhut, menceritakan kondisi Partai Demokrat yang berbeda saat ini.
"Iya menurut aku kader-kader itu banyak datang ke saya juga, jadi yang bikin ramai-ramai baik itu yang ada di daerah, begitu juga di pusat, mereka merasa PD sekarang beda dengan jaman abang waktu itu," kata Ruhut, kepada wartawan, Rabu (3/2/2021).
Ruhut lantas mengungkap terkait sejumlah keluhan dari para kader terkait Partai Demokrat. Keluhan tersebut, kata Ruhut, timbul saat AHY menjadi Ketua Umum.
"'Kenapa saya bilang?' contohnya ini kalau orang daerah, 'kalau DPP datang kami dibebani membiayai', nah sedangkan perlu aku sampaikan kalau dulu aku keliling semua kabupaten kota dan provinsi, jadi aku hampir 500 itu datang ke kabupaten kota, nah itu biaya kami (DPP), nggak pernah membebani daerah, nah begitu juga Pilkada-Pilkadanya, jadi mereka banyak ngeluh ya, harus bayar ke DPP di era AHY sekarang ini," ucap Ruhut.
"Belum lagi lingkungan AHY hanya tau menjilat aja, begitu juga kawan-kawan yang di provinsi dan kawan-kawan di pusat, mereka banyak mengeluh 'ini sudah seperti kerajaan saja' mereka bilang begitu," imbuhnya.
Ruhut yang saat ini seorang Politikus PDIP bahkan mengaku dirinya sempat diajak menjadi saksi dalam masalah internal itu.
"Nah bahkan mereka minta, bang abang dong yang mesti kasih kesaksian, kan abang dulu siapa yang nggak tau, 'Menkopolhukamnya Partai Demokrat, abang Koordinator juru bicara Partai Demokrat' kan gitu ya," ujar Ruhut.
Atas dasar itulah, akhirnya gerakan-gerakan kudeta di tubuh internal Partai Demokrat pun terjadi. Ruhut menyebut ada upaya pengumpulan kekuatan untuk mengkudeta AHY.
"Oh iya (ada ketidaknyamanan), mereka tetap sampai tadi malam menghubungi saya, 'kami tetap ingin kongres luar biasa (KLB), kami menganggap yang bisa menyelamatkan ini Pak Moeldoko', mereka bilang begitu. 'Jadi kami yang ke Pak Moeldoko, bukan Pak Moeldoko ke kami' kata mereka. Tapi memang aku mohon lah ini AHY dan para pendukungnya blunder, kenapa? Kalau ada masalah jangan dibawa ke luar, ini akhirnya siapa yang kira, aku aja kaget oh rupanya sedemikian parah, walaupun mereka-mereka (awalnya) datang ke saya, cuma saya kira oh barisan sakit hati aja, (tapi ternyata) ini mereka mengumpulkan kekuatan," jelas Ruhut.
Lebih jauh, Ruhut juga mengomentari terkait 5 nama yakni M Nazaruddin, Marzuki Alie, Jhoni Allen Marbun, Darmizal, hingga Max Sopacua. Dia memastikan kelima orang tersebut merupakan pendiri partai yang dulu tak saling cocok namun sekarang kompak melakukan kudeta.
"Oh iya yang lama-lama itu orang berprestasi loh, jadi mereka pendiri loh, jadi saya bisa mengerti walau mereka sebetulnya tak saling cocok, kok sekarang jadi kompak, makanya saya ketawa juga," sebutnya.
Seperti diketahui, isu kudeta ini pertama kali diungkap oleh Ketum Partai Demokrat AHY. Ia mendapatkan informasi soal keterlibatan orang dekat lingkaran Presiden Jokowi. Partai Demokrat menyinggung sosok jenderal.
"Para pimpinan dan kader Demokrat yang melapor kepada kami tersebut, merasa tidak nyaman dan bahkan menolak ketika dihubungi dan diajak untuk melakukan penggantian ketum Partai Demokrat," kata AHY dalam konferensi pers di DPP Partai Demokrat, Jalan Proklamasi, Jakpus, Senin (1/2).
Menurutnya, ajakan dan komunikasi itu dilakukan dengan paksa lewat telepon maupun pertemuan langsung. 'Kudeta' itu disebut akan menjadi jalan menjadi capres di Pemilu 2024.
"Ajakan dan permintaan dukungan untuk mengganti 'dengan paksa' Ketum PD tersebut, dilakukan baik melalui telepon maupun pertemuan langsung. Dalam komunikasi mereka, pengambilalihan posisi Ketum PD, akan dijadikan jalan atau kendaraan bagi yang bersangkutan, sebagai calon presiden dalam Pemilu 2024 mendatang. Konsep dan rencana yang dipilih para pelaku untuk mengganti dengan paksa Ketum PD yang sah, adalah dengan menyelenggarakan Kongres Luar Biasa (KLB)," paparnya.
Andi Arief ikut meramai isu 'kudeta' di Partai Demokrat dengan langsung 'menunjuk hidung' Kepala Kantor Staf Kepresiden (KSP) Moeldoko. Dia pun menjelaskan alasan AHY mengirim surat perihal isu 'kudeta' ini ke Presiden Jokowi karena konon operasi mengkudeta itu direstui Presiden Jokowi.
"Banyak yang bertanya siapa orang dekat Pak Jokowi yang mau mengambil alih kepemimpinan AHY di Demokrat, jawaban saya KSP Moeldoko. Kenapa AHY berkirim surat ke Pak Jokowi, karena saat mempersiapkan pengambilalihan menyatakan dapat restu Pak Jokowi," kata Andi Arief di akun Twitter-nya yang dibagikan ke wartawan.(dtk)