DEMOKRASI.CO.ID - Beberapa waktu lalu masyarakat dikagetkan dengan kebijakan santunan COVID-19 dihapus. Ahli waris korban COVID-19 tidak bisa mendapat santunan kematian dari pemerintah sebesar Rp 15 juta seperti tahun 2020.
Rupanya, dihapusnya santunan COVID-19 ini karena beberapa faktor. Di antaranya kekurangan uang. Mensos Tri Rismaharini menyebut kebijakan itu salah administrasi. Pasalnya, kebijakan itu dikeluarkan pejabat setingkat dirjen. Harusnya, kebijakan itu dikeluarkan setingkat menteri.
"Sebetulnya itu nggak boleh, sudah melampaui kewenangan dari Direktur (Dirjen). Pertama, itu kesalahan administrasi. Kedua, saat itu tidak dihitung berapa jumlah korban. Sehingga saat itu kurang duitnya. Untuk tahun lalu saja kekurangan uang," kata Risma kepada wartawan di Balai Kota Surabaya, Minggu (28/2/2021).
Berdasarkan dua faktor tersebut, Risma memutuskan menghentikan kebijakan pemberian santunan korban meninggal COVID-19 pada 2021. Baginya, tidak mungkin jika mengurangi dana untuk bantuan sosial dan bencana alam untuk meneruskan program santunan pasien COVID-19.
"Saya ngomong 'Loh ini kan nggak mungkin' terus waktu itu diminta mengajukan, padahal kita sendiri anggaran di kementerian, seluruh kementerian itu dipotong. Terus dapat dari mana uangnya, jadi nggak mungkin saya mengada-ngadakan juga dari mana. Kan nggak mungkin yang besar di kemensos untuk bantuan sosial (Bansos) itu warga sudah menunggu, nggak mungkin dipindah," jelasnya.
Selain itu, anggaran pembangunan di kemensos juga ditiadakan semuanya. Kemudian, untuk meneruskan transfer dana bansos COVID-19 melalui PT Pos juga dipangkas dari program lain.
"Sedangkan santunan untuk bencana alam kemarin saya hitung yang bisa hanya 3.000 kurang lebih Rp 9 Miliar. Itu pun saya coba revisi ada pengadaan untuk truk, saya hapus, semua diubah untuk penanganan bencana. Karena banyak berurutan bencana musibah dari seluruh nusantara ini," ujarnya.(dtk)