DEMOKRASI.CO.ID - Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) menemukan fakta bahwa ada penahanan terhadap orang yang berhadapan dengan hukum, dilakukan tidak untuk kepentingan pemeriksaan.
Penilaian itu diungkapkan YLBHI mengacu hasil riset sepanjang 2020 terhadap 161 kasus orang berhadapan dengan hukum.
Dari keseluruhan kasus, terdapat 113 di antaranya berstatus berkas lengkap.
Atas kasus dengan berkas lengkap, sebanyak 103 di antaranya berujung pada penahanan.
Dengan 93 di antaranya berstatus sebagai tahanan dewasa.
Wakil Ketua Bidang Manajemen Pengetahuan YLBHI Aditia Bagus Santoso menyebutkan, dari 103 tersangka hanya ada 29 di antaranya yang diambil keterangannya setelah ditahan.
"Tujuh puluh empat tersangka tidak diambil keterangannya setelah ditahan. Keterangan tersebut diambil sebelum ditahan," kata dia keterangan resmi secara virtual berjudul Diskusi dan Peluncuran Laporan Penelitian tentang Praktik Penahanan di Indonesia, Kamis (11/2).
Selain itu, kata Bagus, riset YLBHI juga menemukan ada penahanan yang tidak memenuhi syarat formil sesuai KUHAP seperti tertuang dalam Pasal 21.
Dalam pasal itu menyatakan seseorang yang berhadapan hukum bisa ditahan ketika terdapat keadaan yang menimbulkan kekhawatiran.
Namun, terang dia, dalam banyak surat penahanan, penyidik hanya menuliskan frasa "adanya kekhawatiran".
Penyidik tidak mencantumkan frasa "adanya keadaan yang menimbulkan kekhawatiran" seperti dalam Pasal 21 KUHAP.
"Kalau adanya keadaan yang menimbulkan kekhawatiran ini tentunya objektif, tentu ada dasar kejadian yang menurut penyidik ini akan menimbulkan kekhawatiran. Misalkan, si tersangka pernah kabur atau melakukan kegiatan yang kalau dia tidak ditahan, dia akan menghilangkan alat bukti dan sebagainya, itu sifatnya objektif," beber Bagus.
Kemudian YLBHI juga menilai penahanan tidak sesuai administrasi peradilan. Seperti kesalahan ketik dan kekurangan masa tahanan dalam surat perpanjangan penahanan.
Riset YLBHI juga menemukan bahwa terdapat beberapa kasus penyidik tidak menyebutkan tempat penahanan.
Di sisi lain, Pasal 21 ayat 2, KUHAP menyatakan bahwa "Penahanan atau penahanan lanjutan dilakukan oleh penyidik atau penuntut umum terhadap tersangka atau terdakwa dengan memberikan surat perintah penahanan atau penetapan hakim yang mencantumkan identitas tersangka atau terdakwa dan menyebutkan alasan penahanan serta uraian singkat perkara kejahatan yang bersangkutan atau didakwakan serta tempat ia ditahan".
"Masih ada penahanan yang tidak menyebutkan tempat penahanan," ujar dia. (*)