DEMOKRASI.CO.ID - Kehadiran manusia silver akhir-akhir ini marak di sejumlah daerah, termasuk Pekanbaru. Fenomena inipun mengundang polemik banyak kalangan, termasuk para pejabat.
Aksi manusia silver belakangan banyak dijumpai di sejumlah jalan besar Pekanbaru. Manusia silver sendiri adalah orang yang melumuri sekujur tubuhnya dengan cat berwarna perak, berpose layaknya patung.
Di jalanan, mereka menadahkan keranjang, topi petani, atau apa pun sebagai tempat orang-orang memberi apresiasi dalam bentuk uang.
Terkait hal itu, Kepala Dinas Sosial (Kadinsos) Kota Pekanbaru, Mahyuddin mengatakan, manusia silver itu bekerja cuma sekitar tiga jam.
Dalam tiga jam itu, manusia silver berhasil meraup Rp 300 hingga Rp 400 ribu per harinya. Ia juga mengatakan, manusia silver itu badannya masih sehat-sehat, mencari pekerjaan lain masih bisa.
“Orang kita terlampau murah memberi sumbangan. Setelah kita selidiki, mereka bekerja itu cuma kira-kira 3 jam, dapat Rp 300-Rp 400 ribu. Siapa yang tidak mau? Jadi tolonglah biasakan tidak memberi sumbangan di jalan," ujar Mahyuddin dilansir dari Riauonline.co.id--jaringan Suara.com, Sabtu (20/2/2021)
Lebih lanjut, kata dia, jika masyarakat ingin memberi sumbangan, rumah ibadah banyak. Bisa disumbangkan ke mesjid, gereja, ke panti asuhan, dan banyak tempat lagi yang masih membutuhkan uluran tangan.
“Kenapa harus di jalan? Kalau kategorinya, manusia silver itu adalah orang pemalas. Kalau kita kasih duit, berarti kita menumbuhkembangkan pemalas,” ujarnya.
Lebih lanjut, Mahyuddin menugaskan Satuan Tugas (Satgas) untuk memberi edukasi kepada masyarakat agar masyarakat tidak lagi memberi sumbangan kepada manusia silver. Dengan tujuan, manusia silver bisa segera hilang dari Kota Pekanbaru.
“Kami juga akan mengajukan Perda Penyelenggaraan Ketertiban Sosial, di mana nantinya akan ada tiga jenjang sanksi, yakni sanksi administratif, sanksi sosial, dan terakhir sanksi pidana,” tutur Mahyuddin.[sc]