DEMOKRASI.CO.ID - Partai Demokrat versus PDIP panas lagi. Semua gara-gara cerita soal 'SBY bilang Megawati kecolongan'. Begini duduk perkaranya.
Perihal SBY bilang Megawati kecolongan ini disampaikan mantan Sekjen Partai Demokrat Marzuki Alie. Menurut Marzuki, pada 2004, SBY saat itu mengajaknya bertemu di hotel dan terjadilah obrolan soal 'Megawati kecolongan' ini.
"(Tahun) 2004 ya, setelah menang, bukan menang, lolos dalam pemilu legislatif, dapat 7 sekian persen, saya ketemu SBY empat mata juga, disaksikan Pak Hadi Utomo," kata Marzuki, yang mempersilakan pernyataannya dikutip, Kamis (18/2/2021).
Marzuki Alie mengaku saat itu tak mengerti dipanggil SBY. Kala itu, dia menduga SBY hendak menggelar rapat.
"Saya juga kaget tadinya, kok ketemu saya sendiri. Rupanya di dalam bicara itu beliau menyampaikan, 'Ki, kita sudah lolos', karena saya sebelumnya ikut dalam kampanye ya sebagai narasumber sering bicara di forum-forum tim-tim kampanye, jadi Pak SBY tahu persis kerjaan saya waktu itu," tutur Marzuki Alie.
Marzuki, yang pernah menjabat Ketua DPR, lantas mengulang ucapan SBY dalam pertemuan tempo lalu itu. Menurutnya, SBY menyebut Megawati akan kecolongan karena langkah yang akan dilakukannya saat itu.
"Pak SBY menyampaikan, 'Pak Marzuki, saya akan berpasangan dengan Pak JK. Ini Bu Mega akan kecolongan dua kali ini'. Kecolongan pertama dia yang pindah, kecolongan kedua dia ambil Pak Jk. Itu kalimatnya. 'Pak Marzuki orang pertama yang saya kasih tahu. Nanti kita rapat begini-begini'. Ada beberapa yang disampaikan ke saya, 'nanti saya kenalkan ini, nanti gini'," ucap Marzuki Alie.
Setelah mendengar pernyataan SBY, Marzuki mengaku bertanya kepada SBY apa yang harus dia lakukan saat itu. Dia mengaku diajak SBY bergabung dengan Partai Demokrat dan kemudian meninggalkan jabatannya di perusahaan semen.
Respons PDIP
Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto menanggapi cerita soal 'SBY bilang Megawati kecolongan 2 kali' dengan mengutip semboyan Sansekerta Satyameva Jayate, yang bermakna hanya kebenaran yang berjaya. Hasto menyinggung langkah SBY pada 2004 yang disebutnya bertindak seakan-akan dizalimi.
"Dalam politik kami diajarkan moralitas politik, yaitu satunya kata dan perbuatan. Apa yang disampaikan oleh Marzuki Alie tersebut menjadi bukti bagaimana hukum moralitas sederhana dalam politik itu tidak terpenuhi dalam sosok Pak SBY. Terbukti bahwa sejak awal Pak SBY memang memiliki desain pencitraan tersendiri, termasuk istilah 'kecolongan dua kali', sebagai cermin moralitas tersebut," kata Hasto.
Menurut Hasto, publik kini bisa menilai cerita SBY dizalimi Megawati hanyalah politik pencitraan. Hasto mengenang kisah yang disampaikan almarhum Prof Dr Cornelis Lay bahwa sebelum SBY ditetapkan sebagai Menko Polhukam di Kabinet Gotong Royong Presiden Megawati Soekarnoputri, saat itu ada elite partai yang mempertanyakan keterkaitan SBY sebagai menantu Sarwo Edhie yang dipersepsikan berbeda dengan Bung Karno, dan juga terkait dengan serangan kantor DPP PDI pada 27 Juli 1996. Namun, kata Hasto, Megawati Soekarnoputri mengatakan hal sebaliknya
Saya mengangkat Pak SBY sebagai Menko Polhukam bukan karena menantu Pak Sarwo Edhie. Saya mengangkat dia karena dia adalah TNI, Tentara Nasional Indonesia. Ada 'Indonesia' dalam TNI sehingga saya tidak melihat dia menantu siapa. Kapan bangsa Indonesia ini maju kalau hanya melihat masa lalu? Mari kita melihat ke depan. Karena itulah menghujat Pak Harto pun saya larang. Saya tidak ingin bangsa Indonesia punya sejarah kelam, memuja presiden ketika berkuasa, dan menghujatnya ketika tidak berkuasa," sebut Hasto mengulang pernyataan Prof Cornelis kepadanya.
Menurut Hasto, apa yang disampaikan Marzuki Alie adalah bagian dari dialektika bagi kebenaran sejarah. "Dengan pernyataan Pak Marzuki itu, saya juga menjadi paham, mengapa Blok Cepu yang merupakan wilayah kerja Pertamina, pascapilpres 2004, lalu diberikan kepada Exxon Mobil. Nah kalau terhadap hal ini, rakyat dan bangsa Indonesia yang kecolongan," sebut Hasto.
Tanggapan Demokrat
Ketua Bappilu Partai Demokrat Andi Arief menyebut pernyataan Marzuki Alie soal SBY bilang Megawati kecolongan ialah 'pernyataan hantu'. 'Hantu' dalam hal ini 'mengarang bebas'.
"Kenapa hantu, karena Marzuki mengarang bebas. Lebih mengejutkan saya, ternyata ada dendam PDIP terhadap SBY karena sebagai menantu Jenderal Sarwo Edhie Wibowo. Dendam ideologis?" sebut Andi Arief kepada wartawan.
Andi Arief meminta Hasto tak mengadu SBY dengan Megawati. Dia juga berharap tidak ada bully terhadap sosok yang pernah menjabat presiden.
"Sebaiknya Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto jangan membentur-benturkan mantan Presiden Ibu Mega dan Pak SBY. Biarlah mereka berdua menjadi panutan bersama, sebagai yang pernah berjasa buat sejarah politik kita. Kader Partai Demokrat sejak lama didoktrin untuk tidak mem-bully mantan presiden," ucap dia.(dtk)