DEMOKRASI.CO.ID - Kader Muda Demokrat (KMD) mendorong nama Kepala KSP Moeldoko sebagai Ketua Umum Partai Demokrat (PD) didampingi Edhie Baskoro Yudhoyono (Ibas) sebagai Sekretaris Jenderal (Sekjen). Ketua BPOKK PD Herman Khaeron menentang wacana KMD tersebut.
"KMD adalah salah satu organisasi sayap partai yang sebenarnya pada saat ini sedang menyusun Peraturan Organisasi sayap di BPJK DPP PD, apakah mewakili organisasi atau individu tentu dikembalikan ke orsap yang bersangkutan," kata Herman Khaeron kepada wartawan, Kamis (25/2/2021).
Herman meminta KMD tak mengadu domba Ketum PD Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) dengan Ibas. Sebab, menurut Herman, wacana KMD dinilai tak beretika.
"Janganlah pula mengadu domba antara AHY dan Ibas, tidak etis," ujarnya.
Legislator Senayan ini menceritakan kiprah KMD dalam Kongres V Partai Demokrat tahun di Jakarta. Herman menyebut KMD bagian dari pemilik suara yang aklamasi memilih AHY.
"Pada Kongres V PD Jakarta yang memilih Ketum AHY mereka juga pemilik hak suara kongres dan secara aklamasi memilih AHY," imbuhnya.
KMD sebelumnya mendorong nama Moeldoko sebagai Ketum Partai Demokrat didampingi Ibas selaku Sekjen. Usulan itu diajukan meski mengesampingkan hasil survei Lembaga Survei Indonesia (LSI) yang menunjukkan Moeldoko memiliki elektabilitas rendah di Pilpres 2024.
"Apa alasannya? Karena kita anggap beliau (Moeldoko) lebih egaliter, lebih humanis, memiliki strong leadership. Kepemimpinan kuat itu secara intelektualitas, kuat secara emosionalitas, dan kuat secara spritualitas," ujar Ketua Umum DPP Kader Muda Demokrat Aswin Ali Nasution di Kuningan, Jakarta Selatan, Kamis (25/2).
Kemudian, Aswin juga menanggapi ihwal kecilnya persentase elektabilitas Moeldoko terkait Pilpres 2024 di salah satu hasil survei. Menurut dia, setelah diadakan KLB Partai Demokrat, hasil survei itu akan berubah.
"Hasil survei yang keluar hari ini itu kan hasil survei sebelum kita melakukan KLB, sebelum Partai Demokrat Reborn (setelah KLB) dan melahirkan kepemimpinan serta kepengurusan baru ke depannya," ucapnya.
"Artinya (hasil survei) tidak bisa menjadi sebuah patokan. Mungkin dengan KLB nanti hasilnya jauh lebih baik," Aswin menambahkan.(dtk)