OLEH: RUSLAN TAMBAK
Partai Nasdem boleh dikatakan menjadi partai terakhir di koalisi pemerintah yang ikut arahan Presiden Joko Widodo.
Yaitu, menolak revisi UU Pemilu untuk dilanjutkan.
Pada 28 Januari 2021, Jokowi mengumpulkan mantan tim suksesnya di Pilpres 2019. Jokowi juga disebutkan telah bertemu dengan sejumlah ketua umum partai politik pendukung.
Kepada parpol pendukung, Jokowi mengisyaratkan menolak revisi UU Pemilu, khususnya aturan yang menyangkut gelaran pilkada digelar pada 2022 dan 2023.
Kepala Negara beranggapan, UU Pemilu sebaiknya tidak diubah setiap menjelang pemilu. Apalagi saat ini, pemerintah dan semua elemen bangsa sedang fokus penanganan pandemi Covid-19 dan dampaknya.
Adapun Partai Nasdem, awalnya partai yang dipimpin Surya Paloh itu sangat ngotot agar UU Pemilu direvisi. Termasuk menolak pelaksanaan Pilkada serentak 2024.
Adapun draf RUU Pemilu ini sebenarnya sudah sampai di Badan Legislasi (Baleg) DPR untuk diharmonisasi. RUU ini juga sebelumnya masuk dalam Prolegnas Prioritas tahun 2021.
Dalam keterangan pers, Jumat (5/2), Ketua Umum Partai Nasdem Surya Paloh mengatakan, bangsa Indonesia saat ini tengah berjuang menghadapi pandemi Covid-19 dan melakukan upaya pemulihan ekonomi yang diakibatkannya.
Melihat hal itu, Nasdem menilai perlunya menjaga soliditas partai-partai politik dalam koalisi pemerintahan, dan bahu-membahu menghadapi pandemi Covid-19 dan memulihkan perekonomian bangsa.
Jelas Surya Paloh, sebagai partai politik, Nasdem berkewajiban melakukan telaah kritis terhadap setiap kebijakan. Namun, Nasdem tetap lebih mengutamakan kepentingan bangsa dan negara di atas segala-galanya.
Dengan alasan itu, Nasdem mendukung untuk menyetop revisi UU Pemilu.
Sikap Nasdem yang berbelok itu, dari awalnya mendukung menjadi penolak revisi, membuat beberapa kalangan bertanya-tanya.
Untuk kepentingan bangsa atau takut direshuffle?
Mengingat, belakangan muncul isu, Presiden Jokowi akan melakukan perombakan kabinet jilid II. Dan menteri asal Nasdem berpeluang untuk digganti.
Ada juga yang membaca, Nasdem mendukung Jokowi karena sudah ada deal. Yaitu, Jokowi tidak jadi mereshuffle menteri asal Nasdem.
Entahlah, apapun alasannya, sikap Partai Nasdem yang berubah 180 derajat itu, membuat publik bingung.
Sebelumnya, Nasdem sangat bersemangat mendorong revisi UU Pemilu (yang di dalamnya ada UU Pilkada).
Sekretaris Fraksi Partai Nasdem DPR RI Saan Mustopa pekan lalu mengatakan, berdasarkan pengalaman Pemilu 2019 terutama pilpres, itu dampaknya sangat luar biasa, yakni terjadi polarisasi (pembelahan) di tengah masyarakat.
Selain itu, Pemilu 2019 juga menjadi catatan tersendiri bagi para penyelenggara pemilu, terutama beban kerjanya yang begitu besar hingga menimbulkan banyak korban berjatuhan.
"Hampir 400-an penyelenggara pemilu meninggal dunia menjadi korban Pemilu serentak 2019 yang lalu," ujar Saan Mutopa dalam diskusi daring Populi Center dan Smart FM Network bertajuk "Perlukah Ubah UU Pemilu Sekarang?", Sabtu (30/1).
Selanjutnya, Saan Mustopa juga menyebutkan, pileg lalu juga direduksi oleh pilpres. Hal ini, kata dia, juga berdampak pada kualitas elektoral dari pileg itu sendiri.
Padahal dua lembaga itu (Presiden dan DPR) sama-sama penting. Jelas Saan Mustopa, itu juga menjadi bahan evaluasi partai mereka sehingga perlu revisi UU Pemilu.
Tapi saat ini, alasan itu tidak muncul lagi. Surya Ploh mengatakan, Nasdem lebih mengutamakan kepentingan bangsa.
Seperti lirik lagu yang viral tempo hari, hal ini juga tepat ditujukan kepada Nasdem: "Entah apa yang merasukimu". []