DEMOKRASI.CO.ID - Ketahanan pangan Indonesia yang rendah tidak boleh dianggap sepele. Apalagi posisi Indonesia berada di bawah negara yang sempat mengalami krisis pangan akut seperti Ethiopia dan Zimbabwe.
Deklarator Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia (KAMI) M. Said Didu menilai bahwa fakta tersebut menunjukkan sesuatu yang aneh yang harus disikapi bersama. Sebab di periode pertama Jokowi, pemerintah gencar membagikan alat mesin pertanian (alsintan) dan program cetak sawah.
“Fakta bahwa ketahanan pangan kita di bawah Zimbabwe dan Ethiopia dan produksi padi tidak naik, padahal 2015-2019 marak program cetak sawah baru dan pembagian alsintan,” tegasnya dalam akun Twitter pribadi, Selasa (23/2).
Singkatnya, Said Didu ingin mengatakan bahwa program tersebut telah gagal. Di satu sisi, program pembagian alsintan dan cetak sawah juga perlu ditelusuri apa penyebab hingga tidak efektif menggenjot ketahanan pangan Indonesia.
“Artinya program tersebut tidak menaikkan produksi. Berharap agar 2 program tersebut diaudit secara rinci,” tutupnya.
Rektor Institut Pertanian Bogor (IPB) Arif Satria menyatakan bahwa sejumlah indikator pangan dunia menunjukkan Indonesia tertinggal daripada negara lainnya dalam lima tahun terakhir.
Indonesia yang notabene adalah negara agraris justru menempati peringkat rendah dari Ethiopia dalam hal indeks keberlanjutan pangan.
“Dulu kita tahu Ethiopia itu adalah negara yang identik dengan kelaparan. Ternyata punya ranking lebih bagus untuk food sustainability index dibanding kita. Zimbabwe dan Ethiopia jauh di atas Indonesia," kata Arif Satria dalam diskusi bertajuk 'Daya Tahan Sektor Pertanian: Realita Atau Fatamorgana?' Rabu lalu (17/2).
Food Sustainability Index menempatkan Indonesia sebagai negara ke-60. Peringkat Indonesia ini masih kalah jauh dengan Zimbabwe peringkat 31 dan Ethiopia peringkat 27. []