DEMOKRASI.CO.ID - Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) melarang guru agama mewajibkan siswa mengenakan atribut keagamaan termasuk memakai jilbab selama jam mata pelajaran agama. Hal ini sejalan dengan SKB 3 Menteri yang tak membolehkan sekolah negeri mewajibkan atau melarang atribut agama.
"Tugas guru agama memang mengajarkan secara kognitif materi-materi yang terkait agama. Diharapkan ajaran-ajaran itu bisa dipraktikkan anak-anak. Tapi dalam hal ini tetap tidak diperbolehkan menetapkan itu (atribut agama) sebagai kewajiban," kata Direktur PAUD, Pendidikan Dasar dan Menengah Kemendikbud Jumeri melalui konferensi video, Kamis (11/2).
Menurutnya, keputusan memakai atribut agama ada di tangan siswa dan orang tuanya. Dalam hal ini, guru hanya dapat membimbing siswa dengan cara berdiskusi. Jumeri menyadari keputusan yang diambil pihaknya banyak menuai penolakan.
Jumeri menekankan pihaknya mengeluarkan peraturan tersebut karena perkara intoleransi dengan dalih aturan seragam sekolah sudah menjadi momok di dunia pendidikan. Menurutnya, aturan ini dikeluarkan sebagai respon dari kasus intoleran yang baru-baru ini mencuat.
"Kenapa dikeluarkan di pandemi? Karena memang ada momentum. Kadang kita butuh momentum untuk bisa ambil langkah yang signifikan yang bisa menyelesaikan permasalahan jangka panjang," ujarnya.
SKB 3 Menteri diterbitkan setelah kasus siswi nonmuslim dipaksa menggunakan jilbab karena aturan seragam di SMK Negeri 2 Padang, Sumatera Barat heboh diperbincangkan publik bulan lalu.
Sebelumnya, Komisioner Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Bidang Pendidikan Retno Listyarti mengungkap guru agama mewajibkan atribut agama di jam pelajaran agama karena mereka menganggap hal tersebut diinstruksikan oleh kurikulum.
"Guru Agama kalau ada jam belajar seminggu sekali di kelas wajib pakai [jilbab]. Mereka khawatir nanti [dengan adanya SKB] nggak boleh lagi," kata Retno melalui konferensi video, Senin (8/2).
Aturan yang dimaksud Retno adalah Keputusan Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan dan Perbukuan Kemendikbud No 018/H/KR/2020 yang mengatur terkait kompetensi inti dan dasar pada kurikulum darurat di masa pandemi Covid-19.
Kepala Pusat Kurikulum dan Perbukuan Kemendikbud Maman Fathurrahman mengatakan tak ada aturan yang tumpang tindih antara kurikulum dengan SKB 3 Menteri. Namun, Kemendikbud akan berkoordinasi dengan Kementerian Agama.
"Iya tidak apa dan itu [kompetensi dasar pada mata pelajaran Agama Islam] baik. Tidak bertentangan antara yang tersedia di kurikulum dengan SKB tersebut," kata dia kepada CNNIndonesia.com.
Maman mengatakan kompetensi dasar pada mata pelajaran Agama Islam itu tidak berarti guru diwajibkan memaksa siswa berpakaian dengan kekhususan agama. Menurutnya, ada banyak cara yang bisa dilakukan untuk mencapai tujuan kurikulum.
"Lebih tepatnya untuk mencapai kompetensi tersebut dengan memberikan penjelasan dan diskusi, mengapa harus seperti itu dan seterusnya," ujarnya.
SKB 3 Menteri sendiri tak menyebutkan pengecualian terhadap penerapan mata pelajaran tentu. SKB hanya mengatur bahwa pemerintah dan sekolah harus memberi kebebasan kepada peserta didik, pendidik, dan tenaga kependidikan memiliki seragam dan atribut terkait agama tertentu. (*)