DEMOKRASI.CO.ID - Seorang wanita di Tanjungmorawa, Deliserdang, Sumatera Utara yang dijadikan tersangka kasus pencurian, mangaku diperas oleh oknum anggota polisi setempat.
Wanita bernama Siti Nuraisyah menuduh oknum tersebut memintanya uang untuk biaya perdamaian dan mencabut berkas laporan.
Adapun, yang menjadi korban, yakni Siti Nuraisyah warga Jalan Rahmadsyah, Gg Sekolah, lantaran dituduhkan mencuri telepon genggam milik oknum polisi yang ditemukannya dan berniat mengembalikannya.
"Saya kaget ini, HP yang saya temukan tidak segitu harganya. Niat saya bagus mau mulangkan HP, kok malah seperti ini. Tuduhan mereka HP itu saya matikan, padahal HP tidak ada saya matikan" ujar Nuraisyah, Kamis (28/1/2021) sore.
Ia mengatakan, petugas di Polsek Tanjungmorawa meminta mereka menyiapkan uang Rp 35 juta agar persoalan itu diselesaikan secara kekeluargaan.
Nuraisyah kemudian mengatakan, petugas di sana menawarkan kalau mau damai secara kekeluargaan, dia harus menyediakan Rp 20 juta.
Dia bilang, juru periksa (juper) yang memediasi minta Rp 20 juta dan cabut perkara Rp 15 juta dengan total uang yang harus disiapkan sebanyak Rp 35 juta.
Saat di polsek, ia menceritakan bagaimana dirinya bersama dengan suami Muhammad Fajar (25), menjadi tersangka dalam kasus ini.
Siti mengatakan, bahwa dirinya bersama suami hendak akan mengembalikan ponsel android yang dia temukan di toko pakaian Suzuya Tanjung Morawa, malah membuat dia ditahan di Polsek Tanjung Morawa selama tiga hari.
Pada 26 Desember 2020, Nuraisyah dan suaminya sedang belanja di Plaza Suzuya untuk hunting diskon.
Saat geser ke bagian celana, mereka menemukan handphone android tak bertuan.
handphone itu kemudian diambil, lalu mereka menunggu sampai pemiliknya datang.
Karena berniat baik, ia langsung menyimpan ponsel itu untuk dikembalikan, sampai pemilik menghubungi Siti.
"Tapi karena sudah larut malam dan tidak ada juga orang yang datang ngambil, handphone itu kemudian saya bawa pulang ke rumah dengan harapan ada orang yang menelpon," ujar Nuraisyah, Kamis (28/1/2021) sore.
Empat hari kemudian atau pada tanggal 30 Desember 2020, seorang wanita mengaku bernama Yunita menghubungi mereka mengaku kenal dengan teman suaminya.
Kemudian Nuraisyah meminta nomor handphone pemilik android yang dia temukan kepada Yunita.
"Yunita lalu menghubungi yang namanya Gifari, menuduh mereka mencuri di suzuya. Kemudian saya meminta nomor yang bersangkutan (pemilik handphone), niat saya biar saya kembalikan," ucapnya.
Setelah satu minggu atau tepatnya pada 6 Januari 2021, Nuraisyah kemudian hendak mengembalikan handphone tersebut ke Polsek Tanjung Morawa.
Ternyata handphone dengan ujung 555 tersebut milik oknum anggota Polri yang bertugas di Polsek Tanjung Morawa atas nama Musliadi Tanjung.
"Selama beberapa hari komunikasi, dia tidak ada bilang kalau itu handphone dia. Sampai di Polsek saya langsung disuruh beri keterangan di ruang juper pada 6 januari. Saat itu juga saya ditahan," katanya.
Tak hanya itu, mereka juga diintimidasi petugas untuk mengakui telah mencuri handphone tersebut.
Bahkan, petugas di sana meminta mereka menyiapkan uang Rp 35 juta agar persoalan itu diselesaikan secara kekeluargaan.
Nuraisyah kemudian mengatakan, petugas di sana menawarkan kalau mau damai secara kekeluargaan, dia harus menyediakan Rp 20 juta.
Dia bilang, juru periksa (juper) yang memediasi minta Rp 20 juta dan cabut perkara Rp 15 juta dengan total uang yang harus disiapkan sebanyak Rp 35 juta.
"Saya kaget ni, handphone yang saya temukan tidak segitu harganya. Niat saya bagus mau mulangkan handphone kok malah seperti ini.
Tuduhan mereka handphone itu saya matikan, padahal handphone tidak ada saya matikan.
Di dalam BAP saya dipaksa untuk mengaku mencuri. Lalu pada 9 Januari 2021 saat saya dipulangkan untuk penangguhan, helm dan celana hilang," ungkapnya.
Nuraisyah dan suaminya kemudian meminta Kapolda Sumut Irjen Pol Martuani Sormin untuk memberikan mereka perlindungan hukum.
Sebab, niat mereka hanya ingin menyelamatkan handphone dan mengembalikan kepada yang punya, namun mereka malah ditahan.
"Tolong pak, saya niatnya bukan mencuri. Kalau saya mencuri sudah saya buang kartunya pak. Pak Musliadi Tanjung ternyafa bukan yang kehilangan handphone, malah dia yang menciduk kami," ujarnya.
Sementara itu, kuasa hukum korban Roni Prima Panggabean SH CLA didampingi Jhon Sipayung SH mengatakan, permainan petugas Polsek Tanjung Morawa kasar.
Niat korban untuk mengembalikan handphone yang ditemukan, malah berujung penahanan.
"Yang menjadi dasar hukumnya kenapa Polsek Tanjung Morawa menahanbkorban atas tuduhan pencurian dengan pemberatan. Polisi itu penolong masyarakat, kemana korban ini mengadu.
Kami akan melaporkan ini ke Bid Propam Polda Sumut, karena ini telah mencederai Polri," jelasnya.
Tanggapan Kapolsek Tanjung Morawa
Kapolsek Tanjung Morawa, AKP Sawangin Manurung membantah tuduhan kalau pihaknya ada melakukan pemerasan terhadap Pasangan Suami Istri (Pasutri) yang sempat ditahan karena diduga melakukan pencurian handpone.
Sawangin menegaskan kasus dugaan pencurian yang dilakukan oleh pasutri atas nama Siti Nuraisyah dan Muhammad Fajar itu tetap dilanjutkan.
Keduanya disebut sudah ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus pencurian.
"Silahkan saja dia ngomong, itu hak dia. Yang penting perkaranya maju dan tinggal nunggu P-21.
Bisa saja dia ngomong seratus juta atau lima puluh juta bahkan satu milyar, itukan hak dia. Yang penting kita tidak ada melakukannya," ujar AKP Sawangin Manurung.
Sawangin menyebut apa yang dilakukan oleh keduanya sudah memenuhi unsur-unsur sesuai pasal pencurian.
Ditegaskan karena handpone yang didapat di Suzuya sudah dibawa pulang ke rumah keduanya pun dianggap sudah melawan hak.
"Modusnya pencurian. Kalau dia menemukan handpone itu harusnya dia melaporkannya ke scurity bukan dibawa ke rumah selama 3 hari.
Alasannya saja itu mau diserahkan, mungkin dia sudah tau mau nuntut yang punya. Itukan modus dia," kata Sawangin.
Sawangin pun mengakui kalau sebelumnya pasutri itu bisa keluar karena ada penangguhan penahanan.
Saat ditanyai lebih lanjut apa yang menjadi alasan disetujuinya penangguhan penahanan, Sawangin pun hanya menyebut berdasarkan pertimbangan-pertimbangan umum saja.
"Kemarin kita nilai karena dia bisa koperatif dan tidak menghilangkan barang bukti ya kita lakukan (setujui).
Nggak mungkin dia kita lepas kalau tidak ada permohonan, kecuali nggak terbukti satu kali 24 jam kota lepas supa tidak melanggar, demi hukum kalau seperti itu kita keluarkan.
Sekarang intinya lanjut dan tinggal tunggu P-21," kata Sawangin. (*)