DEMOKRASI.CO.ID - Kudeta militer di bawah pimpinan Jenderal Min Aung Hlaing telah menguasai Myanmar sejak 1 Februari lalu. Militer menangkap Aung San Suu Kyi, Presiden Win Myint, dan para politisi Partai Liga Nasional untuk Demokrasi (NLD) atas tudingan kecurangan pemilu.
Presiden Amerika Serikat (AS), Joe Biden, bereaksi keras atas kudeta tersebut. Biden mendesak militer Myanmar segera melepaskan kekuasaannya dan membebaskan Aung San Suu Kyi dkk.
Biden menyatakan sejauh ini pihaknya telah memutus akses dana senilai USD 1 miliar milik para jenderal Myanmar di AS.
Ia mengancam akan menerapkan sanksi baru, seperti pembekuan aset militer Myanmar di AS, jika desakan tersebut tak dijalankan.
"Saya telah menyetujui perintah eksekutif baru yang memungkinkan kami untuk segera memberikan sanksi kepada para pemimpin militer yang mengarahkan kudeta, kepentingan bisnis mereka serta keluarga dekat," kata Biden seperti dikutip dari AFP pada Rabu (10/2) waktu setempat.
Militer Myanmar menggulingkan pemerintahan sipil pada Senin (1/2) pagi dengan tuduhan kecurangan Pemilu 2020. Pemilu tersebut dimenangi Partai Liga Nasional untuk Demokrasi (NLD) besutan Aung San Suu Kyi.
Militer saat ini menetapkan keadaan darurat selama setahun dan berjanji akan mengadakan kembali pemilu. Militer juga membatasi layanan internet dan telekomunikasi masyarakat.
Kudeta ini mendapat protes besar masyarakat Myanmar. Mereka memukul panci, wajan, dan membunyikan klakson sebagai bentuk protes terhadap militer. Para tenaga kesehatan juga menggelar aksi mogok kerja, yang menjadi bagian dari gerakan pembangkangan sipil. (*)