DEMOKRASI.CO.ID - Mahkamah Agung diminta memeriksa dan mencermati kembali putusan perkara peninjauan kembali (PK) 946PK/PDT/2020 terkait sengketa tanah di Kecamatan Curug, Kabupaten Tangerang, Banten.
Kasus tersebut antara Hasan Basri Tukiman (pemohon) dan Eneng Maryam (termohon).
Menurut kuasa hukum termohon, Argha Yudistira, terdapat kekeliruan dan kejanggalan dalam putusan perkara PK 946PK/PDT/2020 oleh majelis hakim yang diketuai Panji Widagdo.
“Kami ingin mempertanyakan apa yang menjadi dasar hakim ketua dalam mengambil Keputusan PK, padahal faktanya pada putusan terdahulu jelas bahwa seluruh hakim ketua menguatkan putusan dari Pengadilan Negeri Tangerang," kata Argha dalam keterangan tertulis, Sabtu (27/2).
"Bahkan pada tingkat Kasasi telah diperiksa dan diputus oleh Majelis Hakim yang diketuai M Syarifuddin dan sekarang beliau menjabat sebagai Ketua MA,” imbuhnya.
Dia berharap kepada Ketua Mahkamah Agung Syafruddin untuk dapat memeriksa dan mencermati kembali putusan perkara PK 946PK/PDT/2020 tersebut sebagaimana telah dimuat di portal direktori Mahkamah Agung.
“Kami sangat mendukung pemerintah dalam menyikapi maraknya mafia tanah di negara tercinta ini. Kami juga sangat mengapresiasi pernyataan Kapolri Jenderal Pol Listyo Sigit Prabowo yang akan mengusut tuntas mafia tanah sesuai dengan perintah Presiden Joko Widodo,” katanya.
Atas dasar semangat pemerintah memberantas mafia tanah itu, lanjutnya, termohon PK berencana mencari keadilan dengan bersurat kepada Presiden Joko Widodo serta instansi dan lembaga terkait.
Argha berpendapat, kekeliruan dan kejanggalan yang terjadi dalam putusan perkara 946PK/PDT/2020, antara lain tidak adanya novum baru di dalam pengajuan PK tersebut, akan tetapi sebagai dasar untuk pengajuan PK hanya berupa asumsi dari pemohon PK tersebut.
“Ketua Majelis Hakim PK tidak mempertimbangkan dan meneliti hasil dari putusan-putusan terdahulu yang mana pada tingkat Kasasi telah diperiksa oleh Majelis Hakim yang diketuai oleh M Syarifuddin, yang sekarang menjabat sebagai Ketua MA,” katanya lagi.
Selain itu, lanjut Argha, di dalam putusan perkara 1157/PID B/2015/PN.Tng disebutkan bahwa terdakwa Sunata bin Arhasan telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana menyuruh memasukkan keterangan palsu ke dalam akta otentik dengan maksud memakai atau menyuruh orang lain memakainya seolah-olah keterangannya sesuai dengan kebenaran jika pemakaian akta tersebut dapat menimbulkan kerugian.
Selanjutnya, pemohon PK yaitu Hasan Basri Tukiman di dalam kesaksiannya pada perkara 1157/PID B/2015/PN.Tng telah memberikan keterangan yang tidak sesuai dengan keterangan yang diberikan pada perkara 30/Pdt.G/2016/PN.Tng.
“Kami berpendapat bahwa pemohon PK (Hasan Basri Tukiman) melakukan kebohongan dalam memberikan kesaksian untuk obyek perkara yang sama dalam dua perkara yang berbeda,” ungkapnya.(RMOL)