DEMOKRASI.CO.ID - Pengamat Politik dan Pemerintahan Asep Warlan Yusuf mempertanyakan payung hukum Universitas Padjadjaran (Unpad) mencopot wakil dekan FPIK berinisial AHS.
Menurutnya saat ini tak ada aturan yang menyebut anggota atau pengurus HTI dilarang menjadi pejabat publik.
"Sampai saat ini tidak ada dasar hukum yang mengatur bahwa mantan anggota HTI atau mungkin FPI yang baru saja dibekukan, dilarang menduduki jabatan publik," kata Asep Warlan, Selasa (5/1/2021).
Mestinya, bila mantan anggota HTI atau FPI dilarang menjabat atau menduduki jabatan publik, pemerintah membuat aturan yang jelas. Sehingga tidak menyebabkan tindakan kesewenang wenangan, lantaran tidak ada payung hukum yang melindungi.
Dia khawatir, tindakan pencopotan wakil dekan Unpad, menjadi contoh preseden buruk bagi kebebasan publik. Termasuk, tanpa payung hukum dan mencopot pejabat publik, adalah tindakan kesewenang wenangan.
"Setahu saya, dan belum pernah baca, kalau HTI itu organisasi sesat. Saat itu, pemerintah hanya membekukan organisasinya. Berbeda dengan komunisme, yang memang dilarang undang-undang," tegas dia.
Mestinya, kata dia, Unpad memiliki ketegasan atas aturan kampus. Jangan karena ada tekanan publik, namun tidak ada aturan yang mengatur, kemudian menjadi justifikasi.
Diberitakan sebelumnya, Universitas Padjadjaran (Unpad) melakukan pencopotan kepada salah satu wakil dekan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan (FPIK) karena pernah menjadi pengurus organisasi dilarang pemerintah, Hisbut Tahrir Indonesia (HTI).
Wakil Dekan FPIK berinisial AHS, hanya menjabat dua hari sebagai Wakil dekan di fakultas tersebut. Sebelumnya, yang bersangkutan dilantik pada 2 Januari 2021, dan per Senin (4/1/2021), diganti oleh pejabat baru. []