DEMOKRASI.CO.ID - Rancangan Peraturan Pemerintah tentang Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT), Alih Daya, Waktu Kerja dan Waktu Istirahat, serta Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) telah beredar. Ketentuan itu merupakan aturan turunan dari UU Cipta Kerja.
Ketentuan PHK diatur dalam Bab V beleid tersebut. Pada bagian kesatu Bab tersebut, diatur mengenai tata cara pemutusan hubungan kerja. Sementara bagian kedua diatur hak akibat pemutusan hubungan kerja.
"Dalam hal terjadi Pemutusan Hubungan Kerja, Pengusaha wajib membayar Uang Pesangon dan/atau Uang Penghargaan Masa Kerja, dan Uang Penggantian Hak yang seharusnya diterima," demikian dikutip dari Pasal 39 ayat 1 RPP tersebut.
Dalam ayat dua pasal yang sama, diatur mengenai ketentuan uang pesangon berdasarkan masa kerja. Sementara ayat 3 pasar tersebut diatur mengenai uang penghargaan masa kerja dan ayat 4 uang penggantian hak yang seharusnya diterima.
Namun dalam aturan tersebut, ada ketentuan di mana pengusaha bisa membayar pesangon tidak penuh kepada pekerjanya sesuai dengan kondisi perusahaan saat itu.
Misalnya saja seperti terkait masalah pengambilalihan perusahaan, perusahaan mengalami kerugian, atau perusahaan tutup karena keadaan memaksa (force majeur), maka perusahaan bisa tidak membayar pesangon secara penuh.
"Pengusaha dapat melakukan Pemutusan Hubungan Kerja terhadap Pekerja/Buruh karena alasan Perusahaan tutup yang disebabkan Perusahaan mengalami kerugian secara terus menerus selama 2 (dua) tahun atau mengalami kerugian tidak secara terus menerus selama 2 (dua) tahun maka Pekerja/Buruh berhak atas: a. Uang Pesangon sebesar 0,5 (nol koma lima) kali ketentuan Pasal 39 ayat (2); b. Uang Penghargaan Masa Kerja sebesar 1 (satu) kali ketentuan Pasal 39 ayat (3); dan c. Uang Penggantian Hak sesuai ketentuan Pasal 39 ayat (4)," demikian bunyi Pasal 43 ayat 1.
Namun jika perusahaan tutup karena keadaan memaksa atau (force majeur), namun tidak mengakibatkan perusahaan tutup, maka pekerja atau buruh berhak atas
"a. Uang Pesangon sebesar 0,75 (nol koma tujuh puluh lima) kali ketentuan Pasal 39 ayat (2); b. Uang Penghargaan Masa Kerja sebesar 1 (satu) kali ketentuan Pasal 39 ayat (3); dan c. Uang Penggantian Hak sesuai ketentuan Pasal 39 ayat (4)," demikian bunyi Pasal 44 ayat 2.
Adapun pekerja atau buruh akan mendapatkan pesangon penuh jika pemutusan hubungan kerja dilakukan karena perusahaan melakukan penggabungan, peleburan, atau pemisahan perusahaan. Juga jika PHK dilakukan karena pengambilalihan perusahaan.
Selain itu, pesangon penuh juga diberikan jika PHK dilakukan karena pemutusan kerja dilakukan karena perusahaan melakukan efisiensi untuk mencegah kerugian.
"Pengusaha dapat melakukan Pemutusan Hubungan Kerja terhadap Pekerja/Buruh karena alasan Perusahaan tutup yang disebabkan bukan karena Perusahaan mengalami kerugian maka Pekerja/Buruh berhak atas: a. Uang Pesangon sebesar 1 (satu) kali ketentuan Pasal 39 ayat (2); b. Uang Penghargaan Masa Kerja sebesar 1 (satu) kali ketentuan Pasal 39 ayat (3); dan c. Uang Penggantian Hak sesuai ketentuan Pasal 39 ayat (4)," demikian Pasal 43 ayat 2 aturan tersebut.
Adapun pemerintah sedang menyusun RPP dan rancangan peraturan presiden (Perpres) sebagai aturan turunan Undang-undang (UU) nomor 11 tahun 2020 tentang Cipta Kerja. Rencananya seluruh aturan turunan tersebut akan dirilis pada pekan depan. (*)