DEMOKRASI.CO.ID - Santernya kabar tentang dugaan pemaksaan memakai jilbab bagi siswi nonmuslim di SMKN 2 Padang, Sumatera Barat (Sumbar) menyita perhatian banyak kalangan. Termasuk Ketua MUI Sumbar.
Menurut Ketua MUI Sumbar, Buya Gusrizal Gazahar, polemik tentang pemaksaan bagi siswi nonmuslim memakai jilbab tersebut di-framing seakan-akan sebuah fakta yang benar-benar terjadi. Padahal aturan untuk memakai busana muslim itu berlaku bagi siswi muslim.
"Saya sudah tanya ke pihak Kominfo Sumbar. Sebab dari dulu, hampir seluruh wilayah Sumbar melahirkan peraturan kearifan lokal, mewajibkan berpakaian islami bagi siswi muslim," kata Buya Gusrizal diterima Gatra.com, Senin (25/1).
Buya Gusrizal meyakini, tidak ada pemaksaan yang dilakukan pihak SMKN 2 Padang terkait siswi nonmuslim berjilbab. Apalagi tidak ada aturan Perda yang telah mengatur pakaian bagi siswi nonmuslim tersebut. Dengan begitu, semua pihak harus menelusuri dengan benar sebelum membuat opini atau framing negatif.
Selain itu, kata Buya Gusrizal, siswi bernama Jeni Cahyani Hia tersebut sebelumnya telah menandatangani persetujuan awal proses belajar untuk menyesuaikan diri. Hanya saja, setelah proses sekolah tatap muka berlangsung siswi itu protes karena merasa terpaksa memakai jilbab.
"Dalam menyelesaikan persoalan, kita harus berpijak pada aturan yang dibuat pihak sekolah bahwa tidak ada pemaksaan bagi siswa-siswi nonmuslim berpakain muslim atau memakai jilbab," ujarnya.
Sayangnya, kata Ketua MUI Sumbar itu, ketika berbicara yang berbau Islam selalu muncul framing seolah-olah kebencian dan tanpa sadar orang Islam sendiri juga ikut menggiring opini negatif. Apabila memang ada kekeliruan dan kesalahan dari umat Islam, tentu harus diluruskan bersama.
Kendati begitu, ia berharap polemik SMKN 2 Padang ini cepat berakhir dan tidak menutup pintu masuk mendiskreditkan Sumbar. Apalagi, Perda terkait berbusana muslim atau bernuansa islami bagi siswi juga dalam rangka menjaga kearifan lokal nuansa islami di Ranah Minangkabau. []