DEMOKRASI.CO.ID - Sebuah potongan gambar atau screen shot rekening bank milik Front Pembela Islam (FPI) telah diblokir usai pemerintah secara resmi menyatakan Ormas tersebut dibubarkan dan dilarang seluruh aktivitasnya.
Tim bantuan hukum DPP FPI Aziz Yanuar mengatakan pemblokiran rekening milik FPI ini telah terjadi sejak Rabu 30 Desember 2020 atau bertepatan saat Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD bersama para pimpinan Kementrian dan pejabat tinggi negara mengumumkan secara langsung pembubaran FPI.
"Sejak rabu infonya," kata Aziz saat dikonfirmasi Kantor Berita Politik RMOL, Jumat (1/1).
Dari tangkapan layar yang dilihat redaksi, menunjukkan rekening bank dengan sistem syariah atas nama FPI tersebut tidak bisa melakukan transaksi.
"Transaksi tidak dapat diproses. Silakan coba beberapa saat lagi," demikian tulisan dari tangkapan layar tersebut.
Sebelumnya, melalui Surat Keputusan Bersama (SKB) enam Menteri, terdapat enam pertimbangan pemeritah membubarkan FPI.
Pertama, adanya UU 16/2017 tentang Organisasi Kemasyarakatan (Ormas) dimaksudkan untuk menjaga eksistensi ideologi dan konsensus dasar negara, yakni Pancasila, UUD 1945, keutuhan NKRI, dan Bhinneka Tunggal Ika. Kedua, isi anggaran dasar FPI dinyatakan bertentangan dengan Pasal 2 Undang-undang Ormas.
Ketiga, Keputusan Mendagri Nomor 01-00-00/010/D.III.4/VI/2014 tanggal 20 Juni 2014 tentang Surat Keterangan Terdaftar (SKT) FPI sebagai ormas berlaku sampai 20 Juni 2019 dan sampai saat ini belum memenuhi syarat untuk memperpanjang SKT.
Keempat, bahwa organisasi kemasyarakatan tidak boleh bertentangan dengan Pasal 5 huruf g, Pasal 6 huruf f, Pasal 21 huruf b dan d, Pasal 59 Ayat (3) huruf a, c, dan d, Pasal 59 Ayat (4) huruf c, dan Pasal 82A Undang-undang Ormas.
Kelima, bahwa pengurus dan/atau anggota FPI, maupun yang pernah bergabung dengan FPI, berdsarkan data, sebanyak 35 orang terlibat tindak pidana terorisme. Dari angka ini, 29 orang di antaranya telah dijatuhi pidana.
Pertimbangan keenam, telah terjadi pelanggaran ketentuan hukum oleh pengurus dan atau anggota FPI yang kerap melakukan berbagai razia atau sweepingdi masyarakat. Padahal, sebenarnya kegiatan itu menjadi tugas dan wewenang aparat penegak hukum.
Berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a sampai dengan huruf f, perlu menetapkan keputusan bersama Menteri Dalam Negeri RI, Menteri Hukum dan Hak Asasi Kanusia RI, Menteri Komunikasi dan Informatika RI, Jaksa Agung RI, Kepala Kepolisian RI, Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme tentang Larangan Kegiatan, Penggunaan Simbol dan Atribut serta Penghentian Kegiatan Front Pembela Islam. (RMOL)