DEMOKRASI.CO.ID - Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengakui adanya lonjakan rasio utang pemerintah terhadap angka produk domestik bruto (PDB) nasional. Kondisi ini didorong oleh kebutuhan pembiayaan pembangunan yang semakin tinggi, sementara kapasitas anggaran pemerintah terbatas.
"Sehingga terdapat kesenjangan antara kemampuan pendanaan domestik dan kebutuhan pembiayaan untuk pembangunan nasional," ujar Presiden Jokowi dalam pembukaan rapat terbatas di Istana Negara, Rabu (6/1) siang.
Berdasarkan laporan Kementerian Keuangan, posisi utang pemerintah hingga November 2020 sebesar Rp 5.910,64 triliun atau 38,13 persen dari PDB. Kendati angka tersebut masih di bawah 'batas aman' 60 persen yang ditetapkan UU nomor 17 tahun 2013 tentang Keuangan Negara, namun tren kenaikannya tetap perlu diwaspadai.
Kemenkeu juga memproyeksikan rasio utang pemerintah akan terus menanjak sampai setidaknya 40 persen terhadap PDB pada 2024 mendatang. Kondisi ini dipengaruhi upaya pemerintah untuk menangani Covid-19 dan memulihkan ekonomi nasional melalui sejumlah program perlindungan sosial.
Sebagai solusi terhadap terbatasnya kapasitas APBN untuk membiayai pembangunan, Jokowi melanjutkan, pemerintah meluncurkan lembaga pengelola investasi (LPI) atau yang selama ini populer disebut sovereign wealth fund (SWF), berjuluk Indonesia Investment Authority (INA). Melalui kesempatan rapat terbatas hari ini, presiden pun mengenalkan kebaradaan SWF kepada para gubernur.
Presiden ingin, gubernur memahami bahwa Indonesia nantinya memiliki sumber pembiayaan pembangunan di luar APBN atau pinjaman. Gubernur dan kepala daerah pun diminta agar mempermudah investasi skala besar yang masuk ke wilayahnya demi mendorong pemulihan ekonomi nasional.
"Supaya kita semuanya nanti bisa kenal yang namanya barang ini. Sehingga nanti dalam pelaksanaan di lapangan apabila nanti menyangkut daerah ini juga saya minta para gubernur juga bisa membantu," ujar Jokowi.
Dalam rapat terbatas akhir 2020 lalu, Presiden Jokowi sempat menyinggung bahwa sejumlah negara sudah menyatakan ketertarikannya untuk berinvestasi melaui SWF. Negara yang berniat masuk antara lain Amerika Serikat (AS), Jepang, Uni Emirat Arab (UEA), Arab Saudi, dan Kanada. Semakin banyaknya negara yang berinvestasi diharapkan meningkatkan kemampuan SWF untuk membiayai pembangunan.
Dalam Peraturan Presiden (PP) nomor 73 tahun 2020 tentang Modal Awal LPI dijelaskan bahwa sumber pembiayaan awal lembaga ini tetap berasal dari APBN sebesar Rp 15 triliun. (*)