DEMOKRASI.CO.ID - Temuan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) bahwa ada 16,7 juta penerima Bansos di Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS) yang tidak memiliki Nomor Induk Kependudukan (NIK) memicu pertanyaan baru. Salah satunya tentang kerugian negara yang diakibatkan.
Direktur Eksekutif Indonesia Future Studies (INFUS), Gde Siriana Yusuf, menaksir nilai kerugian negara terhadap selisih data tersebut cukup fantastis.
Baginya, temuan KPK tersebut akurat dan menunjukkan data penerima Bansos yang tidak memiliki NIK adalah fiktif.
"Jika temuan KPK benar, maka sangat mungkin tidak ada wujud manusianya," ujar Gde Siriana saat dihubungi Kantor Berita Politik RMOL, Selasa (12/1).
Berdasarkan hasil hitungannya, jika jumlah data penerima Bansos yang 16,7 juta dikalikan besaran uang Bansos, didapatkan nilai kerugian negara melebihi fee yang diterima tersangka kasus korupsi Bansos Covid-19, Juliari P Batubara, yang sebesar Rp 12 miliar dari paket Bansos periode pertama dan paket Bansos periode kedua sebanyak Rp 8,8 miliar.
"Jika dikalikan nilai paket Bansos yang Rp 300 ribu, maka potensi kerugian negara lebih dari Rp 5 triliun. Nilai yang fantastis,” tegasnya.
Terkait hal itu, Deklarator Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia (KAMI) ini mempertanyakan, ke mana uang dengan jumlah tersebut lari. Sebab tidak mungkin hanya Juliari saja yang menikmati.
“Apakah masuk akal hanya dinikmati Juliari saja?" ungkap Gde Siriana. []