DEMOKRASI.CO.ID - Dewan Pers memberi tanggapan atas kasus berita 'Partai Komunis China Desak FPI Bubar'. Berita tersebut dicap hoax oleh polisi. Berita itu dimuat oleh media terdaftar di Dewan Pers dan media yang tidak terdaftar di Dewan Pers.
"Terkait ini, medianya terdaftar atau belum terdaftar itu bukan jadi domain utama. Artinya, bisa jadi medianya belum terdaftar karena sesuatu hal dalam proses pendaftaran," kata Ketua Komisi Hukum dan Perundang-Undangan Dewan Pers Agung Dharmajaya saat dihubungi detikcom, Sabtu (2/1/2021).
Tautan (link) berita 'Lewat Parpol di RI, Partai Komunis China Disebut Desak Bubarkan FPI' dibagikan (share) oleh warga bernama Ardian Rafsanjani (25). Ardian ditangkap polisi meski akhirnya dilepaskan lagi. Soalnya, Ardian dinilai polisi telah menyebarkan hoax. Link yang dibagikan Ardian adalah link berita dari law-justice.co, media yang terdaftar di Dewan Pers.
Sedangkan law-justice.co menuliskan di berita itu dengan cara meneruskan informasi yang dilansir keuangannews.id, situs yang tidak terdaftar di Dewan Pers.
Dewan Pers melalui Agung Dharmajaya memberi tanggapan atas ditangkapnya Ardian (25) pengunggah link berita law-justice.id.
"Karena ada komentar dan membuat orang lain tidak nyaman itu yang membuatnya menjadi persoalan," ujar Agung Dharmajaya.
Agung mengatakan, jika sepanjang kita memang meng-copy paste dengan link-nya dan tidak ditambah dengan komentar, jadi hanya link-nya saja, itu tidak akan jadi masalah.
"Sepanjang yang kita copy paste menyertakan link utuh apa yang dimuat di berita sama yang copy paste link yang di media platform media sosial kita, maka itu ranahnya tetap media," jelas Agung.
Dirinya juga menjelaskan hal yang sering terjadi adalah ketika ini sudah masuk media sosial kemudian dikomentari orang banyak dan merasa tidak nyaman inilah yang memunculkan persoalan hukum.
"Jadi sebetulnya yang diadukan bukan link medianya, tetapi ekses dari komentar yang muncul dari pemberitaan tersebut," jelasnya.
Apabila ada orang yang tidak nyaman dengan berita suatu media pers, media yang bersangkutanlah yang harus bertanggung jawab.
"Medianya yang akan bertanggung jawab, bukan kami selaku pembaca yang mem-publish atau me-repeat lagi," kata dia.
Sebelumnya, polisi menangkap pemilik akun Facebook @yeyen, Ardian Rafsanjani (25). Ardian dianggap menyebarkan hoax soal pembubaran ormas Front Pembela Islam (FPI).
Di akun Facebook-nya, Ardian mengunggah tautan berita media online Law Justice. Berita itu berjudul 'Lewat Parpol di RI, Partai Komunis China Disebut Desak Bubarkan FPI'.
"Beredar artikel yang disebarkan akun Facebook Yeyen dengan judul: 'Lewat Parpol di RI, Partai Komunis China Disebut Desak Bubarkan FPI', itu TIDAK BENAR alias HOAX," kata Kabid Humas Polda Kalteng, Kombes Hendra Rochmawan, pagi tadi.
Hendra menyebut artikel berita yang diunggah Ardian mengandung berita bohong karena pembubaran FPI didasari SKB 3 menteri dan 3 pimpinan lembaga negara lainnya. Hendra menegaskan keputusan pemerintah membubarkan FPI tanpa intervensi pihak mana pun.
"Faktanya keputusan pemerintah melalui surat keputusan bersama 3 menteri dan 3 pimpinan lembaga tentang larangan kegiatan penggunaan simbol dan atribut serta penghentian FPI tidak dipengaruhi oleh pihak mana pun. Ini murni keputusan Pemerintah Republik Indonesia dengan berbagai pertimbangan dan dasar hukum yang jelas," jelas Hendra. (*)