DEMOKRASI.CO.ID - Bareskrim polri telah menetapkan Ambroncius Nababan sebagai tersangka kasus rasime terhadap Natilaus Pigai.
Kini, Kapolri baru Jenderal Listyo Sigit Prabowo ditantang menangkap pegiat sosial media Denny Siregar dan Abu Janda alias Permadi Arya.
Pasalnya, keduanya juga diduga melakukan hal yang sama yaitu ujaran kebencian terhadap eks Komisioner Komnas HAM itu.
Demikian disampaikan Pengamat Politik Ujang Komarudin saat dihubungi Pojoksatu.id di Jakarta, Kamis (28/1/2021).
“Ini tantangan bagi kepolisian termasuk Kapolri baru, usut Denny Siregar dan Abu Janda secara adil, karena diduga juga melakukan ujaran kebencian ke Natilaus Pigai,” ungkapnya.
Kendati demikian, kata Ujang, ujaran kebencian tersebut perlu dibuktikan, apakah kedua-duanya benar melakukan hal tersebut.
“Namun, perlu dibuktikan apakah Denny Siregar dan Abu Janda terbukti melakukan ujaran kebencian,” pungkas Ujang.
Untuk diketahui, Natilaus Pigai diejek di media sosial dengan pernyataan rasisme oleh Abu Janda dan Denny Siregar.
Akan tetapi, sampai saat ini Abu Janda dan Denny Siregar belum juga diusut polisi.
“Di tahun 2021 ini, Abu Janda menyatakan kepada saya Natalius evolusi belum selesai. Itu sama dengan dulu politisi Rusia menyatakan seluruh orang Afrika evolusi belum selesai. Ini polisi belum usut,” ucap Pigai dalam acara talk show bertajuk “Ketika Pigai Bertikai” di iNews Room, Selasa (26/1).
“Yang berikut, itu Denny Siregar sampaikan bahwa (virus) corona lebih takut kepada Natalius, masih mending Raffi Ahmad,” sambungnya.
Pigai menyebut buzzer seperti Abu Janda dan Denny Siregar merupakan herder (gembala) yang dipelihara dan diarahkan oleh kakak pembina.
Ia menganalogikan kakak pembina sebagai majikan yang memegang remot kontrol untuk mengatur dan mengarahkan herder.
“Jadi mereka ini macam herder-herder yang disetting,” cetus Pigai.
Meski jadi korban rasisme, Pigai menyatakan tidak terlalu mempermasalahkan karena hal seperti itu sudah biasa baginya.
“Karena itu, saya tidak mau urus. Itu bukan kelas saya,” tegas Pigai
Ia hanya meminta agar pemerintah pusat bersedia membuka kran demokrasi di Papua agar konflik di Papua biasa segera berakhir.
“Terhadap orang Papua, Jakarta harus buka kran demokrasi, dialog, dan mencari jalan keluar,” katanya.
“Saya sudah berusaha untuk mencari jalan keluar, tapi rasisme tetap tumbuh subur,” tandas Natalius Pigai. []