DEMOKRASI.CO.ID - Front Persatuan Islam yang dideklarasikan oleh sejumlah pentolan Front Pembela Islam bakal tetap menggunakan FPI sebagai singkatan. FPI menyebut simbol dan logo segera menyusul.
"Infonya Front Persatuan Islam, singkatnya FPI," ujar kuasa hukum FPI Aziz Yanuar melalui pesan singkat, Jumat (1/1/2021).
Selain itu, Aziz mengungkapkan bahwa logo dan simbol FPI akan diumumkan. Dia menyebut pengumuman itu bakal dilakukan sesegera mungkin.
"Nanti ada simbol dan logonya menyusul," tuturnya.
"Front Pembela Islam bisa kalian bubarkan. Tapi kebenaran dan keadilan tidak akan pernah dapat kalian bubarkan," sambung Aziz.
Sementara itu, bekas sekretariat FPI di Petamburan, Jakarta Pusat, akan dijadikan markas oleh anggota Front Persatuan Islam. Saat ini bangunan tersebut sedang kosong tanpa aktivitas.
"Lagi kosong, nanti kita buat aktivitas Front Persatuan Islam insyaallah. Insyaallah (jadi markas FPI)," pungkas Aziz.
Kementerian Agama (Kemenag) sebelumnya meminta agar seluruh simbol Front Pembela Islam (FPI) tidak ditampilkan dalam urusan dakwah. Kuasa hukum Front Persatuan Islam, Aziz Yanuar, mengaku tidak mempermasalahkan hal tersebut.
"Biar saja, suka-suka mereka, terserah mereka," ujar Aziz saat dihubungi, Kamis (31/12).
Menurutnya, meski FPI dilarang pemerintah, cara dakwahnya tidak berubah. Aziz mengatakan pihaknya tetap mengedepankan amar ma'ruf nahi munkar.
"Sama saja tidak ada bedanya, maju terus pantang mundur untuk amar ma'ruf nahi munkar bersama Front Persatuan Islam," katanya.
Menko Polhukam Mahfud Md menyebut Front Persatuan Islam boleh. Dia menjelaskan, dalam konstitusi, warga negara tidak dilarang untuk membuat sebuah organisasi baru.
"Menurut konstitusi dan peraturan perundang-undangan tidak ada larangan bagi warga negara untuk membentuk organisasi atau perkumpulan," kata Mahfud kepada detikcom, Kamis (31/12).
Mahfud menuturkan setiap warga negara memiliki hak untuk membentuk organisasi. Organisasi apa pun, kata Mahfud, diizinkan oleh konstitusi asal tidak melanggar ketentuan hukum yang berlaku.
"Pemerintah tidak boleh melarang. Itu hak konstitusional. Jadi boleh membentuk organisasi apa pun selama tidak melanggar hukum," tuturnya. (*)