DEMOKRASI.CO.ID - Drone bawah laut di perairan Kepulauan Selayar, Sulawesi Selatan, akhir Desember lalu merupakan Unmanned Underwater Vehicle (UUV) berlabel Shenyang Institute of Automation Chinese Academic of Sciences.
Itu merupakan platform khusus yang dirancang untuk mendeteksi kapal-kapal selam Non-China.
Selain itu juga merekam semua kapal-kapal yang beroperasi di perairan Asia Tenggara dan Laut Cina Selatan.
Demikian disampaikan pengamat militer dan intelijen Susaningtyas Kertopati dalam keterangannya.
Bahkan, ia menyebut bahwa wilayah Indonesia sudah menjadi area adu kekuatan militer dua negara.
“Penemuan UUV ini juga menunjukkan bukti bahwa perairan Indonesia menjadi area adu kekuatan militer antara Cina dan Amerika Serikat berikut sekutunya,” bebernya.
Diakuinya, UUV dimaksud masuk dalam kategori platform penelitian bawah laut.
Tapi tidak menutup kemungkinan China atau negara lain sudah meluncurkan USSV (Unmanned Sub-Surface Vehicle) yang membawa persenjataan.
Perempuan yang akrab disapa Nuning ini membeberkan, UUV yang ditemukan dalam keadaan malfunction, bukan expired.
“Artinya, ada kendala teknis di dalam sistemnya,” ungkap dia.
Dari analisa awal, sambungnya, ketiga UUV yang ditemukan di Indonesia memiliki jam selam mendekati tiga tahun.
“Kemungkinan besar UUV tersebut diluncurkan November 2017,” jelasnya.
Karena itu, ia menyarankan Kementerian Pertahanan (Kemhan) mengajak Kementerian Perhubungan untuk segera memasang UDD (Underwater Detection Device).
UDD tersebut dipasang di seluruh ALKI (Alur Laut Kepulauan Indonesia) dan semua Selat strategis.
Hal itu dilakukan untuk memantau semua lalu lintas bawah laut.
“Utamanya di Selat Malaka, Laut Natuna, Selat Makassar, Selat Sunda dan Selat Lombok,” saran Nuning.
Selain itu, kapal-kapal perang TNI AL juga harus harus dilengkapi dengan Anti-USSV System yang dapat menghadapi serangan USSV.
Ditambah peningkatan pendidikan para prajurit agar memiliki kecakapan peperangan anti-USSV.
Atas pertimbangan itu, ia menegaskan bahwa Kemhan, Mabes Polri dan TNI tidak boleh meremehkan tiga kali temuan drone di wilayah Indonesia.
“Jangan sampai konsentrasi menghadapi Covid-19 kemudian mengurangi Kewaspadaan Nasional terhadap bahaya perang besar di Laut Cina Selatan,” ingatnya.
Untuk diketahui, drone bawah laut itu pertama kali ditemukan nelayan setempat, Saeruddin.
Saat itu, ia hendak menangkap ikan dan membawa benda tersebut di rumahnya.
Setelah sepekan disimpan, benda itu lantas diserahkan ke aparat keamanan setempat.
Drone tersebut lantas diamankan di Koramil Pasimarannu pada Sabtu (26/12/2020).
Penemuan drone itu selanjutnya dilaporkan kepada pimpinan yang kemudian diserahkan kepada TNI AL.
Saat ini, benda mirip rudal dengan berat 175 kilogram dan panjang 225 sentimeter itu sudah berada di Pangkalan Utama TNI AL VI Makassar.[psid]