DEMOKRASI.CO.ID - Tun Dr Mahathir Mohamad percaya bahwa pemimpin yang religius dan taat pada perintah agamanya, memiliki kecenderungan untuk mengatur negara dengan baik dan efektif. Mantan Perdana Menteri Malaysia itu mengatakan bahwa kepribadian seorang penguasa akan menentukan apakah sistem pemerintahan suatu negara akan berfungsi dengan baik atau tidak.
Dalam kaitan ini, kata dia, masyarakat perlu memilih pemimpin dengan hati-hati dan membuat penilaian berdasarkan pro dan kontra jika ingin sistem pemerintahan suatu negara berhasil. “Jika pemerintah fokus pada pembangunan dan melakukan yang terbaik untuk menguntungkan negara selama pemerintahannya, maka demokrasi akan berhasil,” katanya dikuti laman Berita Harian, Selasa (26/1).
Namun, jika seseorang tetap berkuasa terlalu lama, selalu ada kecenderungan dia menyalahgunakan kekuasaan dan sistem administrasinya. Untuk memastikan bahwa individu yang diangkat dalam sistem demokrasi akan menjalankan tugasnya secara bertanggung jawab, itu tergantung pada sistem nilai yang menentukan kualitas dan sikapnya.
“Bagi seorang pemimpin, dibutuhkan dedikasinya pada nilai-nilai yang setinggi-tingginya. Artinya, jika pemimpinnya beragama dan berpegang pada nilai-nilai agama, biasanya dia akan menjadi pemimpin yang baik,” ujarnya dalam keynote speaker Dialog Perdana 2021 bertema “Sistem Pemerintahan” dalam KTT Kuala Kumpur yang berlangsung secara online.
Mahathir mengatakan, tingkat pendidikan di suatu negara juga menentukan apakah seorang pemimpin yang baik atau tidak, dipilih oleh rakyat. Pemimpin yang dihasilnya dengan demokrasi yang curang akan menghasilkan orang-orang korup.
“Ketika pendidikan suatu negara rendah, rakyatnya tidak bisa membedakan antara yang baik dan yang buruk. Misalnya, mayoritas rakyat mungkin memilih pemimpin karena korupsi,” katanya. “Para pemimpin bisa saja melakukan korupsi dengan cara membayar rakyat untuk memilih mereka. Jadi, hasilnya adalah pemerintahan yang orang-orangnya korup,” tambahnya. []