DEMOKRASI.CO.ID - Bagi masyarakat awam, mendengar nama pasukan elite Komando Pasukan Khusus (Kopassus) tentu akan membuat nyali ciut. Akan tetapi, tidak demikian sosok seorang Mayjen TNI I Nyoman Cantiasa. Mantan Komandan Jenderal (Danjen) Kopassus ini punya kisah bagaimana menaklukkan gerakan separatis Organisasi Papua Merdeka (OPM) tanpa senjata.
Menurut data yang dikutip VIVA Militer dari situs resmi TNI Angkatan Darat, Nyoman pernah menjadi orang nomor satu di Korps Baret Merah saat menjadi Danjen Kopassus periode 25 Januari 2019 hingga 26 Agustus 2020.
Namun sebelum ditunjuk sebagai Danjen Kopassus, Nyoman pernah bertugas di provinsi paling timur Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), di mana ia memiliki pengalaman yang sangat berharga.
Pada 2017, pria krlahiran Buleleng, Bali 26 Juni 1967 ini menjabat Komandan Komando Resor Militer 173/Praja Vira Braja dan Kepala Staf Komando Daerah Militer (Kasdam) XVII/Cenderawasih. Nyoman mengisahkan bagaimana ia harus berhadapan dengan fakta adanya gerakan separatis OPM yang meresahkan masyarakat.
Sebagai seorang prajurit pasukan elite, Nyoman tentu bisa saja mengerahkan pasukannya untuk menumpas kelompok itu. Namun demikian, Perwira Tingi (Pati) TNI Angkatan Darat ini justru memilih untuk melakukan pendekatan dari hati ke hati dengan anggota kelompok tersebut.
Sosok Nyoman ternyata sangat menjunjung tinggi doktrin yang didapatnya di dunia militer. Nyoman yakin bahwa setiap prajurit adalah seorang manusia biasa yang juga punya perasaan.
"Kita sebagai pemimpin harus memimpin dengan hati. Perlu diketahui, prajurit itu atau orang yang berada di dekat kita adalah manusia yang punya perasaan, sama seperti kita sendiri. Kalau kita melayani dengan baik, maka dia akan setia dengan kita," ujar Nyoman.
"Istilah di tentara, kita harus setia kepada pimpinan, kita harus setia sama kawan, dan setia sama anak buah. Sehingga, hal-hal ini lah yang mendasari kita, kita harus perlakukan mereka dengan baik. Kalau kita berpikir di luar itu, saya yakin responsnya tidak bagus," katanya.
Berbekal keyakinan itu lah, Nyoman bergerak menjalankan tugasnya dengan sepenuh hati. Tanpa senapan, tanpa peluru, melainkan dengan hati, Nyoman mampu meluluhkan hati sejumlah anggota OPM untuk meyakini dan kembali ke pangkuan NKRI.
"Saya contohkan saya kebetulan pernah bertugas di Papaua. Jadi bagaimana kita harus melayani masyarakat di sana dengan hati. Masyarakat di sana sangat sederhana. Saya pernah jadi Danrem di sana, saya pernah jadi Kasdam di sana," ucap Nyoman melanjutkan.
"Kita bisa turunkan, KKSB (Kelompok Kriminal Separatis Bersenjata) atau OPM yang orang bilang di sana yang orang bilang di sana yang sering angkat senjata. Kita bisa luluhkan hatinya untuk kembali ke pangkuan NKRI bukan dengan kekerasan," katanya.
Nyoman membuktikan bahwa ia mampu meluluhkan anggota OPM di tiga kecamatan Papua tanpa senjata. Apa yang diiginkan oleh anggota kelompok separatis ini berhasil dipenuhi lewat peran mediasinya.
"Jangan pernah berpikir orang tidak bisa diubah. Perjalanan hidup seseorang itu kadang naik turun. Atau mungkin di tanah Papua itu orang yang angkat senjata tidak bisa berubah, bisa. Saya buktikan, tiga kecamatan, di Sinak, Tingginamut, Yapen, itu bisa kita turunkan orang-orang yang masih angkat senjata tanpa kekerasan," ucap Nyoman.
Yang terakhir, abituren Akademi Militer (Akmil) 1990 ini juga memastikan, prajurit TNI yang bertugas di Papua sama sekali tidak pernah melakukan tekanan kepada masyarakat. Sebab menurutnya, prajurit TNI lahir dari rakyat dan bekerja untuk rakyat.
"Kita sampaikan di sana bahwa presiden, pemerintah, TNI dan Polri membangun tanah Papua. Tidak ada tentara yang menekan rakyat. Karena tentara itu berasal dari rakyat, kemudian dia digaji, bekerja, semuanya untuk rakyat," kata Nyoman. []