DEMOKRASI.CO.ID - Pemerintah China telah meloloskan UU yang memperkuat wewenang penjaga pantai mereka. UU tersebut memperbolehkan menembak kapal-kapal asing jika memang diperlukan.
Pakar hukum internasional, Hikmahanto Juwana mendesak pemerintah Indonesia segera memberikan nota protes kepada China atas peraturan tersebut. Sebab aturan itu bisa saja menyasar kapal penjaga pantai dari Indonesia yang berada di Laut Natuna Utara.
“Indonesia wajib melakukan dan mengecam atas diterbitkannya UU ini. Ada tiga alasan utama untuk ini,” ujarnya saat berbincang dengan Kantor Berita Politik RMOL, Minggu (23/1).
Alasan pertama Indonesia wajib protes ke pemerintah China lantaran adanya klaim tumpang tindih antara Indonesia dengan China di Laut Natuna Utara.
Hikmahanto menjelaskan Indonesia mengklaim ZEE di Natuna Utara yang menjorok ke China. Sementara China mengklaim traditional fishing ground yang tidak diakui dalam hukum internasional atas dasar sembilan garis putus yang menjorok ke ZEE Indonesia.
“Hingga saat ini kapal-kapal nelayan China yang memasuki wilayah ZEE Indonesia di Natuna Utara dijerat dengan ketentuan illegal fishing oleh kapal TNI AL dan kapal-kapal Kementerian Kelautan dan Perikanan,” tegasnya.
Rektor Universitas Jenderal Achmad Yani ini menambahkan, kapal-kapal nelayan China saat berada di wilayah ZEE Indonesia di Natuna Utara biasanya dibayang-bayangi oleh kapal penjaga pantai China.
“Tidak heran bila kapal-kapal TNI AL, Bakamla ataupun KKP kerap berhadap-hadapan dengan kapal penjaga pantai China di area Natuna Utara,” katanya.
Apabila UU yang baru saja diterbitkan oleh pemerintah China digunakan oleh penjaga pantai mereka, maka hal ini berpotensi terjadi penggunaan kekerasan di Natuna Utara.
“Hal ini mengingat berdasarkan UU tersebut tidak hanya diberlakukan di wilayah kedaulatan tetapi juga di wilayah hak berdaulat,” ucapnya.
Alasan kedua, lanjut Hikmahanto, UU tersebut berpotensi digunakan oleh penjaga pantai China ketika berhadap-hadapan dengan kapal-kapal otoritas dari negara-negara yang memilki sengketa wilayah dengan China, seperti Vietnam, Malaysia, dan Filipina.
Terakhir, Laut Cina Selatan akan menjadi poros penggunaan kekerasan antar negara besar.
“Amerika Serikat dengan negara sekutunya tentu tidak akan membiarkan penjaga pantai China untuk menggunakan kekerasan, terlebih di jalur-jalur navigasi internasional. Semua ini akan berujung pada situasi perang dingin di Laut Cina Selatan berubah menjadi perang panas,” tandasnya. (RMOL)