DEMOKRASI.CO.ID - Foto Mohammed Moqbel, 16 tahun, remaja asal Palestina yang sedang terbaring di ranjang salah satu rumah sakit di Israel menjadi sorotan. Pasalnya Mohammed dalam keadaan terborgol di bagian lengan dan kakinya kendati ia dalam kondisi yang payah.
Gambar ini pun viral di media sosial dan mengundang kecaman atas perlakuan terhadap orang-orang Palestina yang ditahan oleh pasukan Israel namun sedang dalam kondisi sakit. Foto Mohammed yang terbaring di ranjang itu diambil diam-diam oleh ayahnya, Munir Moqbel.
Mohammed ditangkap oleh pasukan Israel dalam serangan militer di kamp pengungsi al-Arroub, utara kota Hebron di selatan Tepi Barat pada 29 November 2020. Saat ditangkap, pasukan Israel diduga memukuli Mohammad. Remaja itu pun mengalami empat patah tulang di sisi kiri rahangnya. Namun Mohammad baru dipindahkan ke rumah sakit untuk perawatan 20 jam berselang.
Munir menuturkan ia baru mengetahui kondisi anaknya setelah pihak rumah sakit menelpon dan menyuruhnya datang untuk meminta persetujuan tindakan operasi. Ia pun terkejut dengan keadaan anaknya yang terborgol di tangan dan kakinya. Dua tentara Israel dengan senjata lengkap pun ada di dekatnya.
"Melihat anak saya dengan borgol logam saat dia sakit dan lemah adalah pemandangan yang menyakitkan dan provokatif," kata Munir dikutip dari Middle East Eye, Selasa, 15 November 2020.
Munir menuturkan telah meminta dokter untuk turun tangan dan melepas borgol. "Tetapi mereka mengatakan kepada saya bahwa mereka tidak dapat melakukan intervensi karena ini adalah situasi keamanan di mana tentara membuat keputusan," ucap dia.
Menurut Munir, selama lima hari anaknya berada di rumah sakit, ia hanya mendapatkan waktu sekitar 40 menit untuk bertemu dan bicara. Selebihnya, Mohammed dijaga oleh pasukan Israel. Bahkan saat operasi dilakukan, Mohammed tetap dalam keadaan terbelenggu dan dijaga tentara.
Lain lagi kisah Amal Orabi Nakhleh, 16 tahun. Remaja Palestina ini dibelenggu dan ditahan di salah satu pos pemeriksaan militer Israel pada 3 November kemarin. Padahal Amal merupakan penderita gangguan kelenjar timus yang mengharuskannya minum obat empat kali sehari. Tanpa obatnya, ia mengalami kesulitan bernapas, kehilangan kemampuan untuk mencerna dan menelan makanan dan kemampuan untuk membuka mata atau mengontrol tangannya dengan mudah.
Amal, yang dibebaskan pada 10 Desember, mengatakan bahwa tentara memukulinya dengan kejam di seluruh tubuhnya selama penangkapan, meskipun memberi tahu mereka bahwa dia sakit.
Naji Abbas, kepala unit hak narapidana dari Physicians for Human Rights (PHR), menjelaskan pihaknya telah menyerukan Israel agar menetapkan kembali aturan yang mengatur penempatan borgol pada tahanan yang menerima perawatan medis. Tuntutan ini, kata dia, telah mendapat tanggapan singkat pada 13 Desember dari administrasi penjara, yang menyatakan bahwa mereka sedang dalam proses membuat peraturan baru.
Sebelumnya, pada 2008, administrasi penjara Israel memberlakukan peraturan awal tentang tahanan Palestina yang sakit atau terluka untuk perawatan. Abbas menjelaskan peraturan awal administrasi penjara adalah untuk merawat tahanan Palestina yang sakit atau terluka seperti pasien lain yang dirawat di rumah sakit: tidak diborgol.
Namun, kata Abbas, otoritas penjara Israel tidak mengikuti aturan mereka sendiri. "Borgol secara konsisten ditempatkan pada narapidana yang memiliki kondisi kesehatan yang serius, termasuk mereka yang tidak sadarkan diri," ujar dia. []