DEMOKRASI.CO.ID - Mantan anggota Komnas HAM Natalius Pigai menilai ada kesalahan prosedur dalam kasus tewasnya enam Laskar FPI (Front Pembela Islam) dalam insiden di KM 50 Tol Jakarta-Cikampek pada Senin, 7 Desember 2020.
Menurutnya, kesalahan prosedur tampak jelas karena aparat kepolisian justru menembak mati enam laskar yang harusnya jadi sumber informasi.
"Teroris saja tidak bisa ditembak mati tanpa prosedur yang jelas dan terukur. Apalagi ini yang bukan teroris. Mestinya kan dilumpuhkan saja untuk kemudian digali informasinya," kata Natalius Pigai dalam kanal Refly Harun di YouTube.
Mantan penyelidik di Komnas HAM periode 2012-2017 ini menambahkan, atas kesalahan prosedur itu mestinya ada tindakan cepat dari petinggi Polri untuk meredam masalah tersebut agar tidak makin panas. Misalnya dengan demosi mutasi pejabat di Polda Metro Jaya.
Dari pengamatan Natalius Pigai, tindakan aparat kepolisian dikendalikan oleh satu komando.
Komando ini bukan hanya dari kepolisian tetapi bisa juga dari luar kepolisian.
"Saya yakin, Kapolri tahu siapa komandonya. Agar tidak meluas, Kapolri harus melakukan langkah meredam masalah ini salah satunya demosi mutasi pejabat kepolisian yang menangani kasus ini," imbaunya.
Selain itu, lanjut Natalius Pigai, Menko Polhukam Mahfud MD jangan hanya diam.
Jangan hanya mengkritisi orang kecil yang mencari keadilan, umat Islam yang ingin mendapatkan keadilan, orang-orang Papua yang menuntut keadilan.
Dia bahkan menuding mantan ketua Mahkamah Konstitusi itu terlalu banyak gimmick.
Namun, tidak tahu secara teknis bagaimana tata kelola bernegara, mengelola pertahanan dan keamanan.
"Saya mengkritisi Pak Mahfud mengkritisi. Mungkin sudah 1000 gimmick yang dia buat dan saya bisa buktikan," tegasnya.
Dia menambahkan, seorang pejabat negara yang digaji dari uang rakyat tidak boleh bicara gimmick. Jabatan itu harusnya menjadi alat membela kemanusiaan.
"Pejabat itu harus jujur, adil, dan bukan malah menebar gimmick. Siapa suruh mau jadi pejabat kalau tidak mau membela kepentingan rakyat," tandanya. []